Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Dara dua kepala negara

Gambar
  Sumber gambar:  www.lanlinglaurel.com 1.  Penghujung Maret menutup larik cerita Berduyun-duyun menanti senyum April Tiga puluh hari penuh cerita Dalam pikir yang pasti tertulis Tak terlupa perjalanan waktu. Istana Bogor, berkemilau memukau hati Diteduhi rerimbunan pohon kala bercericitnya burung-burung Dimiringkannya ranting penuh dedaunan Menembus sinar matahari Malu-malu menyapa fajar pada pagu istana. Pria kurus nan sederhana, hampir merenta wajah tetapi Menggulung lengan kemeja putih sedikit di bawah sikut Ratapan matanya seakan membelah angin Terawang dia bak mendarat di petakan kolam Kala ikan, kecebong hingga katak ataulah kodok Menabuh riak air bersama-sama Dua pelayan istana tersaruk-saruk mengayuh tapak Hadirkan bunyi ketipak-ketipuk lantai istana Fraksi sepersekian detik baru mereka terjaga Lengan menggenggam lembar kertas nan tipis Wajib hukumnya di baca tuan kepala negara 2.  "Engkau melangkah tersaruk-

Lembah pikiran

Gambar
  Sumber gambar:  feelgrafix.com Pikirmu bisa menghanyutkanmu pada bahagia, Pikirmu sanggup menenggelamkanmu dalam sedih, Dan dengan pikirmu, engkau boleh hilang kesadaran Pabila hadirnya ialah batas tipis antara mimpi dan nyata Bak sebilah jembatan pendek antara mimpi dan nyata Di batas hari ini tatkala mentari menarik cahayanya sudah dan ia menguburnya dalam-dalam di ufuk barat titik dirinya berpihak pada awal mula senja digurat, seorang diri saja aku tercenung dalam naung sebilah batang pohon bersama dedaunan hijau segar nan anggun meratapi kerlip bintang malam yang mengedip malu-malu bersama nona rembulan yang mular menjentik jemarinya di atas bunga menguncup rapat jua beningnya sepetak telaga bening yang memantul bayangan kubah langit biru nilam. Aduhai sedemikian elok pabila engkau memandanginya. Dan siapa yang tiada tergoda dipeluk lukisan alam ini? Nona rembulan aku pandangi sepenuh sunyi merangkul. Ini malam, ia memantul wajah penuhnya menerangi seisi mu

Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg

Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg Tentang cinta, pertemanan, persahabatan dan kebersamaan.             Jelas sudah, relung hatiku berharap rintik air hujan luruh di persimpangan Benteng Vredeburg, Yogyakarta tepat saat aku menyelami makna perjumaan secara lebih jauh dengannya. Aku ingin menampak luruhnya hujan bersama hadirnya seorang gadis berparas cantik yang selalu mendorong semangat untuk satu-satunya palung jiwaku ini. Ingin kusebut namanya, namun aku malu ‘tuk menyebutnya meski kutahu siapa dia lebih dari dua belan belakangan ini.             Tiada Stevie, sosok gadis remaja pula anak didik kesayanganku dalam bunga mimpi, jua tiada sosok gadis pengagum kupluk bau-abu pda cerita. Lalu, siapa sosok dara cantik yang hadir tak jauh dariku? Jawbnya, cukuplah Si gadis bunga. Kala ini dia dapat turut mengembara ke Yogyakarta bersamaku dalam suatu kisah indah.             Alkisah, ini hanya Sembilan bulan terpaut jarak, memang. Awal tahun 2016 aku lewati

Kakek penanti hujan

Di sudut timur kota, senja beranjak sunyi telah Gerimis hujan menggelitik tanah Mengiring langkah muda beranjak pulang Kepada peluk hangat relung atap Berapa hari sudah, entah ku menyirat rindu tentang pulang di titik pertama senja menyapa. Dahulu bisa kutunaikan pulang di titik sapa pertama senja. Namun, kini, cerita menyulap segala agar ia berubah. Tugas memeran jiwa samar di atas kemegahan panggung bermandikan lampu sorot, menuntutku 'tuk selalu menyambangi rumah kawan setiap Sabtu tiba. Kendati yang pertama, dihabiskan di sekolah masih. Dan ingat bagaimana ketika ku mengawali pemeranan jiwa samar hanya bersebelahan dengan hingar-bingar dara jua bujang yang disebab sepakan bola futsal dari satu sudut lapang ke lain sudut lapang. Janji diikat pukul sepuluh tepat kemarin. Tapi ikat janji perkara mudah dilepas. Pukul sepuluh lewat, datang kawan-kawan entah alasan apa.  Ingat bagaimana ketika telapak menyapa lagi lantai rumah kawan di ufuk timur kota. Aku mengunjungin