Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg

Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg

Tentang cinta, pertemanan, persahabatan dan kebersamaan.

            Jelas sudah, relung hatiku berharap rintik air hujan luruh di persimpangan Benteng Vredeburg, Yogyakarta tepat saat aku menyelami makna perjumaan secara lebih jauh dengannya. Aku ingin menampak luruhnya hujan bersama hadirnya seorang gadis berparas cantik yang selalu mendorong semangat untuk satu-satunya palung jiwaku ini. Ingin kusebut namanya, namun aku malu ‘tuk menyebutnya meski kutahu siapa dia lebih dari dua belan belakangan ini.

            Tiada Stevie, sosok gadis remaja pula anak didik kesayanganku dalam bunga mimpi, jua tiada sosok gadis pengagum kupluk bau-abu pda cerita. Lalu, siapa sosok dara cantik yang hadir tak jauh dariku? Jawbnya, cukuplah Si gadis bunga. Kala ini dia dapat turut mengembara ke Yogyakarta bersamaku dalam suatu kisah indah.

            Alkisah, ini hanya Sembilan bulan terpaut jarak, memang. Awal tahun 2016 aku lewati untuk menunaikan perjalanan tentang rangkaian cerita nun jauh di Kalimantan sana, tanah tempat seribu sungai membentang sangat panjang. Di tempat itu, pastlah diriku harus rela merangkul sunyi lantaran tak semua bujang & gadis bisa menikmati elegi perjalanan jauh tersebut mencakup si gadis bunga. Jujur kutepikan, aku baru tahu alasan mengapa ia tak ikut ke Kalimantan belum lama ini. Sang ibunda rupaya khawatir akan infrastruktur di sana. Dan itulah cerita tentang perjalanan tersendu bersalut sunyi sepanjang masa remajaku.
Hari ini, seperti apa yang sudah kutepikan, Si gadis bunga kembali hadir menemani palung jiwaku menyusuri setiap sudut Kota Yogyakarta. Tentulah ini sebuah kisah indah. Cinta itu akan selalu hadir dalam bentuk rupa yang beragam.

*****
           
Sebelas-dua belas dengan kasha di atas, pertemanan-persahabatan juga aku rasakan dalam sebuah perjalanan. Dataran Tinggi Dieng, kisah tentang pengembaraan termanis ini aku tampak sepenuh hati dalam perjalanan menuju Gunung Padang dua tahun silam. Itulah secarik masa di mana aku mengenali kawan0kawanku lebih dalam bersama Si gadis bunga. Lantas apa yang menyebabkan aku menyukainya? Tentu saja rentang waktu yang berkisar hanya dua hari selepas pelantikan Presiden Joko Widodo.

*****

Coba kembali lagi pada bait-bait pujangga cinta. Oh Tuhan, mengapa engkau sudi menjerembapkan diriku pada lukisan-lukisan cinta-Mu? Lalu, mengapa aku sudi menulis berbait-bait kata cinta? Pertanyaan itu terngiang-ngiang di benakku menjelang waktu fajar ini beranjak. Aku mencoba menjumpai jawaban terbaik. Tiada cerita terindah yang aku temui.

Tetapi pada ujungnya, aku selalu ingin kembali pada elegi “hujan tak sampai di persimpangan Benteng Vredeburg.” Bayang-bayang angan ini jelas menyulut harapan tentang perjumpaan dengan Si gadis cantik bersama kehadiran akan mimpi-mimpi. Tetapi, hingga detik ini aku tak kunjung menampak guratan garis wajahnya di persimpangan Benteng Vredeburg. Hujan pun telah luruh sebelumnya, hanya di persimpangan Benteng Vredeburg aku sudah tak menjumpainya. Cukup persahabatan, pertemanan dan kebersamaan yang nampak demi mengiri langkahku menyusuri sepanjang sisi Jalan Malioboro dengan bermula dari Persimpangan Vredeburg untuk bermuara di erlung pintu Stasiun Tugu dalan hujan yang tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg…

Yogyakarta, 4 November 2016
Pukul 04.55 WIB.
-Herr Aldi Van Yogya-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi