Lembah pikiran

 
Sumber gambar: feelgrafix.com

Pikirmu bisa menghanyutkanmu pada bahagia,
Pikirmu sanggup menenggelamkanmu dalam sedih,
Dan dengan pikirmu, engkau boleh hilang kesadaran
Pabila hadirnya ialah batas tipis antara mimpi dan nyata
Bak sebilah jembatan pendek antara mimpi dan nyata

Di batas hari ini tatkala mentari menarik cahayanya sudah dan ia menguburnya dalam-dalam di ufuk barat titik dirinya berpihak pada awal mula senja digurat, seorang diri saja aku tercenung dalam naung sebilah batang pohon bersama dedaunan hijau segar nan anggun meratapi kerlip bintang malam yang mengedip malu-malu bersama nona rembulan yang mular menjentik jemarinya di atas bunga menguncup rapat jua beningnya sepetak telaga bening yang memantul bayangan kubah langit biru nilam. Aduhai sedemikian elok pabila engkau memandanginya. Dan siapa yang tiada tergoda dipeluk lukisan alam ini?

Nona rembulan aku pandangi sepenuh sunyi merangkul. Ini malam, ia memantul wajah penuhnya menerangi seisi muatan kubah langit sembari ia menyeret anganku pada keelokan paras gadis pengisi cerita hidupku. Si gadis bunga mesti kusebut pertama kali. Aku berani menaruh cinta padanya saat bulan tersenyum di balik tirai kabut Dataran Tinggi Dieng. Dua tahun lamanya kusimpan cinta di hati si gadis bunga yang tertampak menguncup masih, bak ia belum sepenuhnya memahami makna cinta. Selanjutnya kususuli si gadis bunga dengan sosok gadis pengagum kupluk kelabu. Manis senyumnya dalam serutan paras secantik si gadis bunga, melelehkan ruang bathin dan sang gadis pengibar angan yang terakhir. Kupikir sang gadis pengibar angan hadir paling terakhir usai Stevie, murid kesayangan yang nanti hendak kujumpa. 

Februari, di perjalanan masa remaja selongsong hikayat ini bagaikan krisisnya cerita hasil gubahan di hikayat Januari. Dan jika diri menghitung di belakang benci pada menghitung, telah sampailah masa sebulan lembaran-lembaran cerita kosong dipasal aku mulai jemu dengan gaya tulis cerita lama. Sebatas elegi rantau dengan anak-anak bujang, anak-anak dara sambil ku mengendarai mobil kuno melibas bentangan aspal jalanan Eropa. Lelah memeluk jiwa-raga, bersauh aku dikawani mereka dan cerita pun turut menyusul sebagai kawan tambahan dalam rangkul senjakala di tanah Eropa sampai epilog cerita, lalu melanjut perjalanan sampai ke batas tujuan. Yang elegi pertama malah, aku cinta pada bayang-bayang angan 'tuk meniti hari sebagai sesosok guru pula menanam kasih sayang di batin
Stevie. Malu-malu ia menjawab jika kutanya mengenai cinta. 

****

Lembah pikiran, mengalun kian senyap bak aliran sungai yang mengalir tenang menuju lembah gunung nan indah di Eropa belum danau biru lazuardi di Swiss. Lama anak-anak dara tak muncul dan menumbuhkan rindu pada diri nan sunyi ini. Mengosongkan hati, menjawab sunyi demikian yang kurasa, sahabat. Lembah pikiran mengantarmu menjelajah hikayat bayang-bayang wajah gadis seakan hendak engkau terbelai keelokan garis wajah mereka. Demikian, aku rasakan sudah. Dan lama garis wajah mereka tak nampak lekat hingga lamunanku buyar membuat aku tercenung sendiri? Terpasal apa dirimu tercenung, Herr Aldi? Memudarnya cintamu pada si gadis bunga? Takut kehilangan dua gadis lain? Tampaknya itu terlalu jemu sudah agar di-buahbibir-kan. Aku tercenung di belaian alam lepas sepenggal tanya hadir menemani.

Stevie, hendakkah dikau mendatangiku di ruang kelas? Pabila datang, kapan jua berapa lama?

Aku, terbuai satu tahun akan relung mimpi tentang sosok Stevie yang tampaknya engkau bosan melahap cerita tentang dirinya. Tunaikan apapun perkara ketika engkau selalu dibelai cinta, akan lebih semangat engkau menunaikan perkara tadi, persis aku yang sejak dahulu melangkah selalu demi membangun mimpi. Stevie ialah gadis pendorong sejati bagi impian daripada aku. Ingin aku meniti hari dengan mematut diri sebagai Guru Bahasa Jerman tatkala kuajari Stevie di kelas setentang makna-makna indah Bahasa Jerman di samping makna kehidupan. Tubuhku bak enggan mengundang usia senja jika mata harus melihat murid-murid remaja setiap saat sepanjang hayat.

Sadar aku belakangan ini, kawan. Usia Stevie di celah sudut pandang sabda pundi-pundi ilmu tanah air belum cocok mendalami Bahasa Jerman. Perlu menanti lebih lama sedikit biar ia dapat menyelami lautan ilmu Bahasa Jerman.

Andai kuingin menyentuh kursi kepala negara, masih inginkah diriku menjadi guru?

Terhenyak sehenyak-henyaknya dari mimpi. Usia emasku hari ini 17 tahun sudah pasti, dan pabila tak nampak aral melintang di usia 22 tahun sudah bisa aku menyematkan gelar guru pada diri sendiri. Bagai kembali pada kisah-kasih di sekolah seumur hidup demikian ku memegang teguh ucapan itu hingga di batas muda. Bunga mimpi mengembang lebih lebar kemudian, tatkala impian menggenggam tasbih kekuasaan hinggap di benak lepas Presiden Joko Widodo menebar benih-benih inspirasi yang menaburi angan. Tertarik diriku membuntuti langkah tapak kaki Presiden Joko Widodo, baik langkah nanti membuntuti sambil ia menapaki jalur pemimpin daerah atau manusia-manusia pengurang tugas kepala negara, menteri namanya.

Dua pilihan yang tepat teruntuk dikau, Herr Aldi.

Bersama suka pula masing-masing dukanya wajib aku tambah. Jika jalur pemimpin daerah aku pilih, itu sama dengan perjalanan hidup Jokowi dan pabila rakyat belum menghendaki aku menggenggam tasbih kuasa pada puncak tertinggi, dapat kembali aku pada kedudukan terdahulu di luar aku melepas kedudukan selamanya. Sedang tuan-tuan atau jua nona-nona menteri, wajib melepas kedudukan semula 'tuk selamanya ketika hendak mereka memegang tasbih kuasa di puncak tertinggi dan andai rakyat tak menghendaki, kedudukan semula tiada pernah kembali selamanya. Bak sebilah pengorbanan penuh akibat besar, sehingga patut didilemakan sebelum tasbih kuasa dicapai.

Acap menyebut aku, mengenai impian agar hadir sebagai kepala negara di usia 45 tahun sebagaimana kisar usia termuda atau sebagaimana kisar usia 50 tahun yang tertua. Dan bila di kisar tersebut kugenggam erat tasbih kuasa kepala negara, di kisar usia 30 tahun wajib hukumnya ku mengawali cerita sehari-hari dalam terbitnya sabda untuk rakyat. Walikota memungkinan satu kali, Gubernur satu kali jua memungkinkan. Cara apa yang ingin kutempuh agar nama diingat rakyat banyak? Terbitkan banyak tulisan yang dipeluk sampul buku, niscaya rakyat banyak hendak mengingatku lebih mudah. Terkadang pilihan sumber pundi-pundi ilmu dapat mengantar pada kedudukan di atas tadi entah caranya bagaimana.

Hubungan Internasional, paling awam mendorong manusia mereguk tasbih kekuasaan pemimpin yang pula mencakup pilihan lentera hidup biar niat utama ialah menjadi sesosok guru dengan gerbang utamanya, Pendidikan Bahasa Jerman. Tetapi jika ku memilih Bahasa Jerman demi kedudukan sebagai guru, ini akan mencetak sejarah cerah dimana aku ialah sesosok guru pertama yang berhasil bersauh di kursi presiden. Terakhir bila demikian harapan, ada suatu hal yang wajib dikorbankan pun tiada lain tiada bukan hari-hari bersama murid. Bagai teramat singkat masa perjalanan sebagai guru, barangkali 12 terhingga 13 tahun akan sampai sebelum mungkin nanti, aku menggenggam tasbih kekuasaan pemimpin besar.

****

Termenung menanti keajaiban mimpi di buai lembah pikiran masih aku lakukan dalam sendiri entah sampai kapan. Termenung aku mengingat keindahan mimpi, jua termenung aku mengingat pengorbanan yang dapat menarik impian awal lepas aku menyadari sesadar mungkin, aku termakan ambisi di balik buai mimpi yang mempercepat sekaligus mempersingkat jalan impian awal. 

Hanya tinggal mengharap yang terbaik, gumamku dalam hati sambil masih tetap menanti. 

Terima kasih telah membaca, kawan. 

Tertulis, kisah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan. 

Herr Aldi van Yogya
Bandung, 26 Maret 2017

Pukul 06.07 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi