Bimbangnya Petang Minggu



Petang minggu, kupikir ialah waktu tersedih
Waktu tersedih pabila ku mengingat esok
Setitik hari yang mengawali pekan
Termenung  aku di beranda rumah
Mengusap peluh menderu nafas
Bersepoi-sepoi angin petang melambai sunyi

Bahagia, senang, tersalut gembira
Lenyap sudah ditelan deru angin petang
Hari esok mesti sudah aku beranjak
Kembali menyapa hiruk-pikuk sekolah
Lenguh kertas mencipta kecipak riak di sana
Beban tugas ialah pemberat utama hati-pikiran

Entah berapa kali petang minggu yang kulintasi sudah
Tiada satupun manusia yang sanggup menghitungnya, bahkan seorang ahli matematika sekalipun

Dan aku menemukan cerita yang berbeda kini

Di fajar menjelang tengah hari
Aku pergi mendaki Jalan Ciumbuleuit
Aku teramat berhasrat mengincar bangku Kampus Unpar
Yang tiada lain tiada bukan ialah lumbung bulir-bulir ilmu baruku nanti

Gagal kugapai kesempatan emas
Pertarungan nan sengit mesti kutempuh
Dua benih ilmu yang terhampar
Salah satunya ialah benih angka yang kubenci

Namun tetap aku lewati itu biar aku
Mengharap masih agar masuk lumbung ilmu itu
Pun telah aku diterima masuk ke lain pintu lumbung ilmu

Beranjak senja, kuraih relung jendela kafe di sudut kota kembang
Mengikat janji sudah dengan kawan-kawan
Tuk membincang selarik harap tentang perpisahan

Lama berlangsung aku pikir, hingga mentari terlelap di buai peraduan ufuk barat
Rupanya tetapi, tiada terhingga setengah jam
Tercapai kesepakatan tentang saat berpisah
Sejumput titik kecil kota di ufuk selatan, itulah tempat kami berpisah nanti

Dan, seorang gadis aku jumpai
Tepat yang secara lebihnya, si gadis bunga
Ia hadir belakangan tatkala janji berpisah diikat sudah
Datang dirinya yang sedikit tak lagi sama

Pabila biasanya ia hadir seraya mematut pelindung kepala
Di petang mingu ini ia hadir tanpa penutup kepala
Bergelombang rambut hitam nan pendeknya
Memukau lubuk hati
Yang terdiam, terpana jua terbata

Ini kali pertama aku melihat si gadis bunga seperti demikian,
Karena dahulu, 
Hanya aku mendengar kisah dari kawan
Setentang rupa penampilan si gadis bunga

Kini menjelang mentari terlelap, hendak berduyun-duyun kawanku pulang
"Aku ingin pulang" batinku lirih walau masih harus menanti ayahku menjemput
Dan hujan menyap saat ini

Gelisah, risau, senang, sedih dan penuh harap
Berkecamuk gaduh di lubuk hati
Langit sudah menangis, kian ingin aku pulang
Tak banyak lagi harap yang aku punya

Lalu sesaat menjelang pulang, sedikit pesan hendak aku sampaikan:
Untuk-Mu Allah SWT, aku ingin engkau mengabulkan doaku selama ini
Aku hanya hidup penuh gelimang dosa
Dengan segala kelemahan-kekurangan
Aku ingin engkau mengabulkan doa
Agar hamba diterima di lumbung ilmu terbaik
Yang sesuai dengan petunjuk dan hidayah terbaik-Mu

Untukmu duhai gadis bunga nan cantik,
Terima kasih telah hadir menemani aku
Rupawan pesona fisikmu teramat menawan
Memukau hati ini di bimbangnya petang minggu

Kuucap sampai jumpa di lain hari 
Agarku tetap dapat
Menatap kecantikanmu
Aku sangat mencintaimu karena itu

Dan masih aku menyimpan cinta padamu di lubuk batin,
Tatkala aku pulang menembus rintik larik tirai hujan ditemani kumandang adzan Maghrib

Ini yang kusebut dengan, BIMBANGNYA PETANG MINGGU.

- Bandung, 7 Mei 2017 -
Pukul 17.44 WIB


Herr Aldi van Yogya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi