Postingan

Malam sunyi di Legok Kondang

Gambar
Syair sedih ialah kawanku kini Bait sunyi sahabat sejatiku petang ini Merepih senyap di batas hari Menyapih senja pada sendunya alam gunung Tetap bimbang menemani Tetap kekosongan hati mengisi Nyanyian burung-burung bergema kencang Pekik tonggeret sepertinya Mengirim lantun pengisi senyap Aku disini termenung memagut senja Termangu aku seorang diri Melihat keramaian semu Keramaian semu? Ya, sesuatu yang amat semu.  Berapa hari ini sudah Perang bathin berkecamuk dalam diri Dan yang terpasti Samar-samar tentang lumbung ilmu baru Ganggu pikiran benak Malam sunyi hadir jua Koloni jangkrik bernyanyi merdu Temaram pelita lampu mengerlip Untuk hati yang kosong Itu karena si gadis bunga Jelas biar hati ini memagut harap Teruntuk si gadis bunga yang mestinya turut menderap langkah Meniti lagi kisah di Legok Kondang Setitik surga kecil di selatan sudut kota Pada kisah yang terakhir kalinya bersama Dan kumerasakan jalar sunyi

Anak-anakmu (Kahlil Gibran)

Gambar
  Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka tapi bukan jiwa mereka, Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh. Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan. Sebab ketika ia mencintai anak

Bimbangnya Petang Minggu

Gambar
Sumber:  keyword-suggestions.com Petang minggu, kupikir ialah waktu tersedih Waktu tersedih pabila ku mengingat esok Setitik hari yang mengawali pekan Termenung  aku di beranda rumah Mengusap peluh menderu nafas Bersepoi-sepoi angin petang melambai sunyi Bahagia, senang, tersalut gembira Lenyap sudah ditelan deru angin petang Hari esok mesti sudah aku beranjak Kembali menyapa hiruk-pikuk sekolah Lenguh kertas mencipta kecipak riak di sana Beban tugas ialah pemberat utama hati-pikiran Entah berapa kali petang minggu yang kulintasi sudah Tiada satupun manusia yang sanggup menghitungnya, bahkan seorang ahli matematika sekalipun Dan aku menemukan cerita yang berbeda kini Di fajar menjelang tengah hari Aku pergi mendaki Jalan Ciumbuleuit Aku teramat berhasrat mengincar bangku Kampus Unpar Yang tiada lain tiada bukan ialah lumbung bulir-bulir ilmu baruku nanti Gagal kugapai kesempatan emas Pertarungan nan sengit mesti kutempuh Dua be

Dara dua kepala negara

Gambar
  Sumber gambar:  www.lanlinglaurel.com 1.  Penghujung Maret menutup larik cerita Berduyun-duyun menanti senyum April Tiga puluh hari penuh cerita Dalam pikir yang pasti tertulis Tak terlupa perjalanan waktu. Istana Bogor, berkemilau memukau hati Diteduhi rerimbunan pohon kala bercericitnya burung-burung Dimiringkannya ranting penuh dedaunan Menembus sinar matahari Malu-malu menyapa fajar pada pagu istana. Pria kurus nan sederhana, hampir merenta wajah tetapi Menggulung lengan kemeja putih sedikit di bawah sikut Ratapan matanya seakan membelah angin Terawang dia bak mendarat di petakan kolam Kala ikan, kecebong hingga katak ataulah kodok Menabuh riak air bersama-sama Dua pelayan istana tersaruk-saruk mengayuh tapak Hadirkan bunyi ketipak-ketipuk lantai istana Fraksi sepersekian detik baru mereka terjaga Lengan menggenggam lembar kertas nan tipis Wajib hukumnya di baca tuan kepala negara 2.  "Engkau melangkah tersaruk-

Lembah pikiran

Gambar
  Sumber gambar:  feelgrafix.com Pikirmu bisa menghanyutkanmu pada bahagia, Pikirmu sanggup menenggelamkanmu dalam sedih, Dan dengan pikirmu, engkau boleh hilang kesadaran Pabila hadirnya ialah batas tipis antara mimpi dan nyata Bak sebilah jembatan pendek antara mimpi dan nyata Di batas hari ini tatkala mentari menarik cahayanya sudah dan ia menguburnya dalam-dalam di ufuk barat titik dirinya berpihak pada awal mula senja digurat, seorang diri saja aku tercenung dalam naung sebilah batang pohon bersama dedaunan hijau segar nan anggun meratapi kerlip bintang malam yang mengedip malu-malu bersama nona rembulan yang mular menjentik jemarinya di atas bunga menguncup rapat jua beningnya sepetak telaga bening yang memantul bayangan kubah langit biru nilam. Aduhai sedemikian elok pabila engkau memandanginya. Dan siapa yang tiada tergoda dipeluk lukisan alam ini? Nona rembulan aku pandangi sepenuh sunyi merangkul. Ini malam, ia memantul wajah penuhnya menerangi seisi mu

Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg

Hujan tak sampai di Persimpangan Benteng Vredeburg Tentang cinta, pertemanan, persahabatan dan kebersamaan.             Jelas sudah, relung hatiku berharap rintik air hujan luruh di persimpangan Benteng Vredeburg, Yogyakarta tepat saat aku menyelami makna perjumaan secara lebih jauh dengannya. Aku ingin menampak luruhnya hujan bersama hadirnya seorang gadis berparas cantik yang selalu mendorong semangat untuk satu-satunya palung jiwaku ini. Ingin kusebut namanya, namun aku malu ‘tuk menyebutnya meski kutahu siapa dia lebih dari dua belan belakangan ini.             Tiada Stevie, sosok gadis remaja pula anak didik kesayanganku dalam bunga mimpi, jua tiada sosok gadis pengagum kupluk bau-abu pda cerita. Lalu, siapa sosok dara cantik yang hadir tak jauh dariku? Jawbnya, cukuplah Si gadis bunga. Kala ini dia dapat turut mengembara ke Yogyakarta bersamaku dalam suatu kisah indah.             Alkisah, ini hanya Sembilan bulan terpaut jarak, memang. Awal tahun 2016 aku lewati

Kakek penanti hujan

Di sudut timur kota, senja beranjak sunyi telah Gerimis hujan menggelitik tanah Mengiring langkah muda beranjak pulang Kepada peluk hangat relung atap Berapa hari sudah, entah ku menyirat rindu tentang pulang di titik pertama senja menyapa. Dahulu bisa kutunaikan pulang di titik sapa pertama senja. Namun, kini, cerita menyulap segala agar ia berubah. Tugas memeran jiwa samar di atas kemegahan panggung bermandikan lampu sorot, menuntutku 'tuk selalu menyambangi rumah kawan setiap Sabtu tiba. Kendati yang pertama, dihabiskan di sekolah masih. Dan ingat bagaimana ketika ku mengawali pemeranan jiwa samar hanya bersebelahan dengan hingar-bingar dara jua bujang yang disebab sepakan bola futsal dari satu sudut lapang ke lain sudut lapang. Janji diikat pukul sepuluh tepat kemarin. Tapi ikat janji perkara mudah dilepas. Pukul sepuluh lewat, datang kawan-kawan entah alasan apa.  Ingat bagaimana ketika telapak menyapa lagi lantai rumah kawan di ufuk timur kota. Aku mengunjungin