Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Hangout bin malem mingguan ala pemuda religius

Gambar
Hi semuanya & apa kabar? Gimana nih pada malem mingguan ga? Terus kalo malem mingguan sama siapa aja? Hmm, sekarang gue mau cerita nih tentang salah satu pengalaman hangout malem minggu... Tadi, gue hangout sama keluarga ke Mall Cihampelas Walk (baca: Ciwalk) buat belanja + makan malem. Pas makan malem di restoran Bakmi GM, tiba-tiba gue liat ada semacem iklan Ciwalk yang nayangin Musholla baru Ciwalk di Young Street. Gue iseng nyeletuk "ada musholla" sampe kedengeran bokap, terus bokap bilang "Mau Maghrib dulu?" Sebelumnya, gue sempet mau bareng sama nyokap & adik, tapi akhirnya gue dibolehin pergi sendiri ke musholla.  Oh iya, buat temen-temen yang nanti mau hangout ke Ciwalk, sekalian gue kasih aja ya arah petunjuknya...  Dari arah Bakmi GM tinggal turun eskalator terus ikutin jalan lurus sampe ketemu pintu kaca di depan toko Yogya (khusus baju) terus tinggal belok kiri & nyampe. Di sana ada tempat penitipan sendal/sepatu, tempat wudhu + m

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Gambar
Sumber gambar:  kids.nationalgeographic.com Fajar belum sampai tiga jam menyingsing di atas benak tatkala seorang guru muda terduduk di tengah hamparan rumput ilalang bersama seorang murid kesayangannya. Ia hanya seorang gadis 13 tahun dengan segenap rasa ingin tahunya dan demi mendapatkan jawaban akan rasa ingin tahunya tersebut, ia tak sungkan bertanya padaku.  "Herr, barusan aku lihat ulat bulu di sekolah. Sebelumnya aku dikasih tahu sama Hanum ada ulat bulu di dekat sepatu, terus gara-gara kaget aku langsung kabur... Tapi kenapa ulat bulu itu selalu bikin gatel ya Herr Aldi?" Kala aku membaca raut wajah dan kata-kata dari suara indahnya, jelas ada rasa takut sekaligus trauma menyeruak kepada ruang batinku. Aku memang hanya seorang guru Bahasa Jerman akan tetapi aku harus menjawab pertanyaan Stevie murid kesayanganku bagaimanapun caranya.  "Stevie cantik, maaf bapak enggak tahu kenapa ulat bulu bikin kita gatel kalo disentuh." Ujarku singkat sebelum

Catatan seorang pujangga malam: Di penghujung akhir momen

Ruang batinku merasa amat sangat bimbang tak tahu harus berkata apa lagi. Lelah sudah lebih dulu membelenggu sebelum aku menikmati udara malam nan dingin di Dataran Tinggi Dieng. Akan tetapi rasa kantuk itu buyar dalam sekejap karena seorang gadis 13 tahun hadir di sebelahku tanpa diminta. Tubuh kurusnya dilindungi oleh jaket merah dan celana jeans hitam sedangkan rambut hitam nan panjangnya dibiarkan tergerai begitu saja.  Aku akan kembali menceritakan momenku bersama Stevie sang murid kesayanganku. Aku memilih Stevie menjadi murid kesayanganku bukan tanpa alasan. Lebih dari setengah tahun mengajar sebagai Guru Bahasa Jerman, radarku mendeteksi bahwa suaranya dapat mengumandangkan kata-kata indah dalam Bahasa Jerman secara fasih karena saat masih kecil dulu ia pernah mengikuti ibunya tinggal di Jerman guna menempuh studi S3. Hingga ia beranjak remaja, kemampuan Stevie berbicara bahasa Jerman masih sangat bagus dibandingkan teman-temannya.  "Herr Aldi, dulu pernah bikin p

Memupuk rindu pada Tanah Dieng

Raut parasmu hadir dalam anganku  Memberi sepenggal cinta kasih kepada diriku Aku hanya terdiam, terdiam dan terdiam Seraya duduk di atas sebuah batu ratapan  Anganku terbang tinggi ke awan Kini aku memang berada di atas Dieng Negeri di awan sekaligus tanah tempat dewa-dewi bersemayam Pagi, menjadi saat yang tepat guna menduduki Batu Ratapan Angin Angin bertiup kencang usai fajar menyingsing Menerbangkan dasi milikku di sebelah kiri wajah Lelah, itu yang kurasakan  Namun lelah segera sirna diterbangkan oleh angin menuju ke awan Kantuk, itu pula yang kurasakan Akan tetapi kantuk segera melebur dalam butiran-butiran embun pagi di atas dedaunan Hingga setelah agak lama aku melamun, aku tersadar akan sesuatu Perjalanan ke Dataran Tinggi Dieng menjadi saksi tentang makna-makna indah Lagu tentang sebuah negeri di atas awan  Dimainkan oleh angan dan aku telah dibawa ke tempat impianku itu Tempat ketenangan, kedamaian dan ketentraman menjadi istana

Puisi sedih untuk perjalanan sendu

Gambar
Sumber:  www.lazygamer.net   Terinspirasi dari lagu Ebiet G Ade, "Berita kepada kawan" Hari itu, di sebuah perjalanan Aku hanya termangu Termangu, termangu dan termangu Sebab perjalanan dengan kereta api hari ini Menjadi sangat sendu dan menyedihkan Ada banyak cerita yang seharusnya dia saksikan Tepat di atas tanah dengan rerumputan dan bebatuan Kini, ragaku diguncang oleh hentakan roda kereta api Seraya hati berbisik sedih saat melihat rerumputan Hari ini sudah menjadi saksi Akan kerinduan antara seorang guru dan murid Sahabat, silahkan engkau dengar apa isi hatiku Saat ku tanya Stevie tentang apa yang terjadi dengannya Ibunya mengabarkan ia tengah sakit Senyum manisnya telah lama ditelan oleh penyakit Ketika aku tiba di persimpangan Segera aku kabarkan pada seluruhnya termasuk Tugu Putih dan Stasiun Tugu Akan tetapi mereka hening, tiada jawaban sepatah kata pun selain larut ditelan keramaian Mulai saat itu, aku hanya seorang diri ditelan keramaia

Yang berbeda, yang menyatu

Gambar
sumber:  abandayzier.blogspot.com .  Angka satu sudah aku gunakan untuk judul, namun sejatinya kita hidup tidak sendiri. Kita hidup dan lahir dari kedua orang tua, memiliki dua mata, dua telinga, dua tangan dan dua kaki untuk keseimbangan dan keharmonisan. Ya, hal itu benar dan kini aku merasakannya sendiri.  BUKAN RIYA, PAMER ATAU SOMBONG sekalipun, namun memang ini kenyataan yang aku lihat dengan mata kepala sendiri. Selepas shalat ashar berjamaah di sebuah masjid besar, aku segera melihat ke kanan-kiri dan aku baru sadar bahwa jamaah shalat sangat beragam tanpa mengenal pangkat seperti jenderal-kopral atau kapten pilot- first officer sekalipun. Bahkan seorang polisi muda sekalipun dengan ikhlas menyalamiku begitu juga dengan seorang kapten pilot senior. Sungguh, Islam dapat menjadi penyatu sekaligus penghilang segenap perbedaan yang selama ini selalu ada.  Hal tersebut dinamai toleransi serta pluralisme dan itu sudah berlaku sejak era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gu