Memupuk rindu pada Tanah Dieng
Raut parasmu hadir dalam anganku
Memberi sepenggal cinta kasih kepada diriku
Aku hanya terdiam, terdiam dan terdiam
Seraya duduk di atas sebuah batu ratapan
Anganku terbang tinggi ke awan
Kini aku memang berada di atas Dieng
Negeri di awan sekaligus tanah tempat dewa-dewi bersemayam
Pagi, menjadi saat yang tepat guna menduduki Batu Ratapan Angin
Angin bertiup kencang usai fajar menyingsing
Menerbangkan dasi milikku di sebelah kiri wajah
Lelah, itu yang kurasakan
Namun lelah segera sirna diterbangkan oleh angin menuju ke awan
Kantuk, itu pula yang kurasakan
Akan tetapi kantuk segera melebur dalam butiran-butiran embun pagi di atas dedaunan
Hingga setelah agak lama aku melamun, aku tersadar akan sesuatu
Perjalanan ke Dataran Tinggi Dieng menjadi saksi tentang makna-makna indah
Lagu tentang sebuah negeri di atas awan
Dimainkan oleh angan dan aku telah dibawa ke tempat impianku itu
Tempat ketenangan, kedamaian dan ketentraman menjadi istana
Tempat dewa-dewi bersemayam tepat di atas awan
Usai sekian lama memupuk rindu pada Tanah Dieng
Hari ini aku dapat kembali membaur bersama alam Tanah Dieng
Mengenang momen-momen indah dalam perjalanan masa remajaku dulu
Yang sepertinya tak akan pernah dilupakan
Pertemanan, persahabatan, kebersamaan
Telah aku dapatkan di tanah dengan ketinggian 2.100 meter diatas permukaan laut ini
Bahkan secarik kisah cinta
Sanggup ku torehkan di tanah tempat para dewa-dewi bersemayam ini
Kini, aku telah menjadi seorang guru bahasa Jerman
Seraya mengemban titah tuk mengajarkan kata-kata indah pada muridku tercinta
Namun aku pula merasa bahagia sebab rindu akan dataran tinggi Dieng telah terobati
Semoga perjalanan ini bisa lekas meninggalkan kesan dalam benak seperti dulu.
Tertulis, catatan hati seorang guru bahasa Jerman di puncak Dataran Tinggi Dieng
Rabu, 6 April 2016
Pukul 09.15 WIB.
Komentar
Posting Komentar