Belajar pada rintikan air hujan

 
Sumber gambar: commons.wikimedia.org
Hari itu hujan masih mengguyur tanah Bumi tatkala seorang guru muda baru saja selesai menunaikan ibadah shalat Ashar berjamaah di sebuah masjid besar. Rasanya ingin segera pulang, akan tetapi hujan masih menghalangi di depan mata. Barangkali ada sesuatu yang mereka (rintikan hujan) inginkan padaku meski itu tersampaikan lewat seorang gadis 13 tahun yang notabene merupakan seorang non-Muslim. Namun kendati demikian, ia memintaku untuk bercerita tentang makna belajar pada rintikan hujan. 

Kepada Stevie sang murid kesayangan, aku berkisah tentang salah satu pengalamanku saat menghadapi libur panjang alias long weekend beberapa tahun silam. 

Hari itu Jumat sore pukul 15.00 WIB. Seperti biasa aku bersiap-siap pergi ke masjid dekat rumah demi melaksanakan ibadah Shalat Ashar berjamaah. Aku berangkat di bawah kepungan awan mendung dan dalam perjalanan ke masjid inilah aku tersadar bahwa diriku lupa membawa payung/jas hujan. Namun aku tetap meneruskan perjalanan ke masjid agar tidak terlambat akan tetapi dengan risiko hujan datang. 

Benar saja, ketika aku sudah berada di masjid rintik hujan pun datang begitu deras. Bahkan ketika diriku menunaikan shalat Ashar pun hujan mengguyur sangat deras dan terus terang saja hal itu membuat aku harus menunggu sampai hujan sedikit mereda sambil membaca ayat-ayat suci Al-Quran meski hanya dari telepon seluler. Aku melakukan hal itu selama setengah jam. Kemudian, naluri untuk pulang ke rumah terasa semakin berapi-api lalu aku pergi menerobos rintikan hujan gerimis serta selanjutnya sampai di rumah dalam keadaan basah kuyup. 

Dari peristiwa tersebut, aku mengambil kesimpulan bahwa Allah SWT ingin masjid atau rumah ibadah bagi seluruh umat-Nya didatangi oleh kaum generasi muda dalam waktu yang agak lama sebab selama ini aku mendatangi masjid dalam waktu yang singkat serta rata-rata jamaah masjid (meskipun hanya sedikit & tidak sebanyak jamaah shalat Jumat) adalah lelaki-lelaki tua atau bapak-bapak pensiunan (istilah lain: pria paruh baya). Kalau pun ada anak muda yang menyempatkan diri singgah demi beribadah di masjid, itu pula hanya satu-dua orang termasuk aku. Disinilah aku dapat belajar pada rintikan hujan.

Selain itu, ini pula dapat menjadi bahan renungan bagi kita terkait tentang shalat kita belakangan ini. Sudahkah dilakukan dengan benar? Sudahkah kita melakukannya dengan cara berjamaah? Berapa kali kita bertandang ke masjid? Pertanyaan itu tidak perlu kita jawab, namun hanya perlu direnungkan dalam ruang batin masing-masing.

Usai aku beres bercerita, Stevie tampak mengerti apa maksudku meskipun ia memiliki perbedaan cara menunaikan ibadah serta keyakinannya sendiri. Akan tetapi aku tak ambil pusing untuk hal ini dan berharap agar Allah SWT selalu memberi rahmat, hidayah, karunia dan pertolongan bagi seluruh hamba-Nya di muka bumi ini. 

Bandung, 6 Mei 2016 
Pukul 16.44 WIB
-Herr Aldi Van Yogya-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi