Filosofi hari terakhir & kisah dibalik awan

 
sumber gambar: www.youtube.com (Extan-Above The clouds) 

Usai aku berguru pada filosofi kehidupan, aku dapat menarik kesimpulan untuk menjadikan hari terakhir di libur panjang sebagai hari yang sama sekali tak pernah dinanti oleh setiap orang atau bahkan dibenci. Namun apa boleh buat, ini menjadi kenyataan alias realita yang harus dihadapi. Aku berkisah pada muridku tentang filosofi hari terakhir pada beberapa momen libur panjang. Siapa lagi murid yang aku kisahkan bila tak lain dan tak bukan adalah Stevie. 

"Herr Aldi, was war sind Sie denken?" (Herr Aldi, apa yang lagi dipikirin?) Kicauan suara indahnya membuat lamunanku buyar dalam seketika. Tanpa pikir panjang aku segera menjawab "Nein, jetzt ich denke über das philosophie von die letzter tagen am langen ferierzeit. Warum Stevie?" (Enggak, sekarang bapak lagi mikirin tentang filosofi hari terakhir di waktu libur panjang. Kenapa Stevie?) Lalu sang gadis 13 tahun tersebut mengangguk-anggukan kepalanya pertanda ia berhasil membaca isi pikiran juga ruang batinku. Kemudian tanpa banyak basa-basi aku segera mengisahkan momen-momen libur panjang yang tentu saja pernah ku alami di tengah perjalanan masa remaja beberapa tahun silam. 

Penggalan kisah ini dibuat bukan untuk mengorek luka lama, namun sekiranya ini pengalaman yang aku rasakan. (Mohon maaf bila ada yang merasa kurang berkenan)

Ketika itu di pertengan bulan Desember 2014, sejatinya aku harus merasa senang menjalani masa libur selama dua minggu tanpa ada secuil pun kegiatan di sekolah. Namun waktu seolah berkata lain sebab di tengah masa libur, kami masih harus datang ke sekolah demi memperbaiki kekurangan nilai. Jujur saja, aku merasa kesal waktu libur panjang dicatut sedikit hanya untuk memperbaiki kekurangan nilai. Mengapa tidak dilakukan sebelum waktu libur panjang dimulai? Mengapa tidak dilakukan di awal semester dua saja? Pikiranku terbelenggu oleh hal itu sampai beberapa hari. 

Kurang dari satu minggu berselang, aku mengetahui dari pesan singkat dalam aplikasi Whatsapp milik ibuku juga berita-berita di layar kaca televisi yang mewartakan bahwa sebuah pesawat komersial berpenumpang 162 orang dilaporkan hilang kontak saat terbang di atas Selat Karimata, tepat di antara Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kalimantan Barat dalam perjalanan dari Kota Pahlawan Surabaya menuju Singapura. Ditambah dengan kesaksian seorang nelayan, berita tersebut ramai di-"buahbibir"-kan selama dua minggu. Satu per satu korban ditemukan lengkap dengan badan pesawatnya. Dari filosofi kehidupan, aku menyimpulkan ini menjadi sebuah kisah pilu dibalik awan. 

Hingga hari terakhir libur panjang, tepatnya di hari Senin tanggal 5 Januari 2015 kegamangan masih membelenggu diriku terkait masa libur panjang. Mengapa sudah harus berakhir lagi hari ini? Mengapa sebagian sekolah baru masuk pada minggu kedua bulan Januari? Entalah, namun sekiranya itu yang pernah ku alami di tengah sisi indah perjalanan masa remajaku. 

Hampir 1,5 tahun berselang, aku kembali menghadapi hal serupa tatkala libur panjang kembali tiba. Bedanya, kali ini akhir pekan terasa lebih panjang karena hari Kamis dan Jumat pula libur. Ahhh, rasanya sangat menyenangkan bila kita membayangakn ini semua. Waktu demi waktu terus berlalu, akan tetapi di setiap libur panjang yang tiba aku merasa tak pernah ada kisah yang meninggalkan kesan meskipun aku ditakdirkan berkelana ke pegunungan di wilayah utara. Bagiku, perjalanan seperti itu terasa tak begitu menyenangkan meski berasal dari keinginan sendiri dan tentu berbeda dengan perjalanan demi mengembara ke tanah Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah pada pertengahan April 2015. 

Lantas apa yang menyebabkan perjalanan dengan tujuan mengembara ke Tanah Dieng menjadi sangat menyenangkan? Jujur saja, di tanah tempat dewa-dewi bersemayam ini aku sanggup menorehkan secarik kisah cinta yang terus terang saja dipaksakan oleh kawan-kawanku hari itu dan hal tersebut menjadi secarik kisah bahagia sekaligus kisah indah dibalik awan, tepatnya saat diriku berpijak pada Negeri di awan. 

Kembali lagi pada kisah baru. Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, hanya satu hari sebelum waktu libur panjang dimulai, aku didaulat menjenguk seorang gadis bunga sebagai pujaan hatiku yang tengah terbaring di tempat tidur milik sebuah rumah sakit. Cuaca di hari itu sedang hujan tepat di bawah komando awan kelabu, sehingga itu menjadi sepenggal kisah pilu dibalik awan. 

Libur empat hari aku habiskan meski tiada kisah yang berkesan seperti perjalanan mengembara ke Tanah Dieng setahun sebelumnya. Sepertinya ingin bercerita pada serdadu burung-burung Manyar, namun kini aku tidak melihat mereka beterbangan...

"Oh, Herr Aldi ist denken über es... Ja, ja, jetzt ich wisse was war Sie denken." (Oh, Herr Aldi mikirin itu... Ya, ya, sekarang aku tahu apa yang herr pikirin). Saat ini Stevie tampak mengerti apa isi pikiranku seraya ia mengangguk-anggukan kepalanya. Kendati demikian, ia tetap mengeluarkan suara indahnya seperti senandung dan nyanyian serdadu burung-burung Manyar. 

Tertulis, kisah indah seorang guru Bahasa Jerman di masa depan. 

Bandung, 9 Mei 2016
Pukul 06.29 WIB
-Herr Aldi Van Yogya-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi