Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Seribu kisah lainnya: Melayang bersama Peterpan

Gambar
Kala itu saat fajar baru saja beranjak dari peraduannya di negeri kincir angin, seorang guru muda seperti biasanya membuka buku agenda kesayangan miliknya. Buku agenda bersampul hitam tersebut telah diisi dengan tulisan tangan miliknya yang bercerita panjang lebar tentang sebuah band papan atas asal Kota Kembang Bandung, Jawa Barat. Bukan Yogyakarta memang, tetapi cukuplah gubahan lirik band dengan nama seperti kurcaci tersebut sanggup memanjakan telinga para pendengarnya dimana pun dan kapanpun berada tak terkecuali Belanda tanah tempat serumpun bunga Tulip tumbuh subur bersama kincir angin yang berdiri tegak. Belum dengan kehadiran dua gadis yang sudah terlihat seperti bunga di mataku.  "Kurcaci? Maksudnya apa herr?" Pagi itu di dekat sebuah perlintasan kereta api dalam perjalanan dari Amsterdam ke Rotterdam suara seorang gadis di sebelahku membuka percakapan tentang tulisan di buku agenda. "Oh, itu Peterpan dulu pas jamannya sebelum ganti nama jadi Noah."

Surat di penghujung Bulan Juni

Gambar
  sumber gambar:  wallpaperhdbase.com Kala itu saat hari telah beranjak senja di langit Negeri Belanda tanpa tahu alasan mengapa seorang Guru Bahasa Jerman selalu menjadikan negeri kincir angin sebagai latar bilamana ia menuliskan cerita indahnya dalam lembaran-lembaran kisah, sang guru tengah asyik mengemudikan sebuah mobil VW Kuno dari Kota Maastricht nun jauh di ujung tenggara sana menuju Amsterdam. Tatapan matanya selalu mengarah ke jalan raya nan sunyi tanpa ada kendaraan lain kecuali sebuah truk trailer pengangkut peti kemas diikuti truk pengaduk semen di belakangnya. Sesekali, sang guru muda meluangkan waktunya barang tiga detik melihat orang-orang yang terduduk di sebelah kiri dan belakangnya.  Lelah segera merubung jiwa ragaku usai menyetir berjam-jam dari Maastricht di perbatasan dengan tanah Kerajaan Belgia dan momen tersebut mengingatkanku pada waktu kala aku mengembara ke Tanah Kalimantan beberapa tahun silam. Perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda memakan wakt

Belajar sabar pada tiga ranah tiga warna

Gambar
  Tanpa pernah kusangka-sangka, aku masih memegang kewajiban untuk selalu belajar pada sebuah seni bernafas dan bergerak bernama kehidupan meski telah disematkan status Guru Bahasa Jerman. Aku tahu, status Guru Bahasa Jerman dalam diriku hanyalah sebuah amanah alias titipan yang dapat kupelajari tentang makna rendah diri, sabar dan ikhlas. Di lain sisi, aku kembali meluangkan waktu bercerita tentang sebuah pelajaran kesabaran kepada murid-muridku. Kali ini Stevie hinggap di sebelahku dengan membawa dua orang teman perempuan dan tiga orang teman lelakinya. Dengan duduk beralas tanah, berdinding rumput-rumput yang bergoyang dan beratap langit Bumi aku memulai cerita tentang perjalanan seorang pemuda asal Maninjau yang ditunjuki jalan merantau ke Bandung, Amman (Yordania) dan Saint Raymond (Kanada).  Tamat dari PM alias Pondok Madani di Ponorogo, Jawa Timur tak membuat mimpi Alif demi menjadi seorang insiyur pesawat terbang seperti BJ. Habibie pudar. Sambil membawa semangat yang me

Sekuntum bunga di atas awan (bayang-bayang angan seorang guru muda)

Gambar
  Kembali membuka lembaran-lembaran cerita indah usai menjerembapkan diri dalam sepenggal masa penuh kebimbangan batin, aku mulai menceritakan mimpi-mimpi masa kecilku pada Stevie sang murid kesayanganku. Hanya gadis 13 tahun tersebut yang selalu aku kisahkan dalam lembaran-lembaran indah ini tanpa tahu apa sebabnya. Tetapi sudahlah, lupakan alasan aku memilih Stevie. Kini cobalah tuk fokus pada kombinasi kisah impian masa kecilku dengan rasa jatuh cinta pada seorang gadis.  "Kenapa enggak jadi pilot aja Herr Aldi? Terus waktu dulu udah pingin jadi guru, masih suka kebayang-bayang jadi pilot?" Pertanyaan Stevie menyerobot dari balik bibir tempat senyum manisnya mengembang setiap hari. Lalu aku bercerita "Betul banget Stev, dulu waktu bapak masih kelas 1-3 SD pernah punya cita-cita jadi pilot soalnya jaman segitu bapak pas pertama kali kontrol ke dokter gigi. Tapi gara-gara bapak suka males ke dokter gigi waktu kecil, akhirnya cita-cita pilot jadi motivasi buat b

Hari yang cerah untuk bunga yang layu

Tanpa pernah dinanti hari terakhir pun tiba di depan pandangan mata. Hari yang cerah memang, tetapi hanya untuk bunga yang layu. Siapa bunga yang layu itu? Jawabannya, tentulah aku. Menghadapi hari-hari terakhir di tahun pertama mengajar sebagai guru Bahasa Jerman, aku menghabiskannya dengan mengisi rapor sebagai persembahan istimewa para murid-muridku di sekolah dan tepat setelah pembagian rapor, aku akan segera terbang jauh ke tanah Jerman demi tinggal di sana selama dua minggu. Alhasil, spekulasi murid-muridku membuat mereka sedih tak terkecuali Stevie si gadis manyar 13 tahun. Suaranya yang begitu indah mengingatkanku pada senandung serdadu burung-burung Manyar di atas rerumputan fajar dan senja sana.  Jenuh secara tiba-tiba merundung diriku yang tengah terduduk di balik meja guru karena sudah berjam-jam mengisi lembaran rapor narasi di komputer alias belum dicetak. Pandangan mataku menatap seisi kelas lengkap dengan meja-kursi tempat muridku mendalami pelajaran Bahasa Jerman.

Masih kuat berdiri di sajadah panjang? (Renungan jelang 10 hari terakhir Bulan Ramadhan)

Gambar
  sumber: www.khalifah.id Ada sajadah panjang terbentang, dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba, kuburan hamba bila mati  Ada sajadah panjang terbentang, hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini, diselingi sekedar interupsi Mencari rezeki, mencari ilmu, mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara adzan, kembali tersungkur hamba Ada sajadah panjang terbentang, hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud tak lepas, kening hamba mengingat dikau sepenuhnya  (Noah & Bimbo, Sajadah Panjang) Sahabat, sejatinya sebagai guru muda aku hanya ingin memberikan surat dari Bulan Ramadhan, teman istimewa setiap umat Muslim di seluruh dunia yang hanya dua minggu lagi akan segera berpisah dengan kita. Tanpa perlu berpikir panjang, mari kita baca surat tersebut bersama-sama sebagai bahan muhasabah dan renungan:  -Wahai umat Muslim, saat aku datang kalian beramai-ramai mendatangi masjid demi melaksanakan shalat berjamaah termasuk Shalat Tarawih.

Menyulut sumbu lentera jiwa (Senja di persimpangan Jalan Ciumbuleuit)

Gambar
  sumber: blog.hdwallsource.com Lentera jiwa pun masih meredup hingga selembar kisah kembali ku torehkan di tempat ini usai sang surya bersembunyi di ufuk barat dan menyapa dari ufuk timur keesokan harinya. Rasa percaya diriku goyah dalam seketika tatkala kalender akademik sebuah perguruan tinggi negeri idamanku mewartakan libur akhir tahun hanya berlangsung saat tanggal merah hingga akhirnya timbul niat untuk berputar haluan menuju Kampus Unpar. Tetapi putaran haluan tersebut pula ikut membuatku gamang, bingung dan bimbang seorang diri di tengah rumput yang bergoyang.  Sinar keemasan matahari di kala senja memandikan seluruh rumput ilalang yang tinggi serta sesosok manusia muda yang tengah bernaung di bawahnya. Selepas Shalat Ashar ia terus merenung dan merenung seorang diri seraya alam dibiarkan bersuara sepuas hati mereka hingga seorang gadis 13 tahun hinggap di sebelahku tanpa diminta sambil ia membawa kicauan emasnya seperti serdadu Burung Manyar remaja. Tetapi kendati

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi

Gambar
Pernah mendengar lentera jiwa? Andai kalian sudah pernah mendengar dua kata yang terdiri dari 11 huruf tersebut, kalian dapat melihat cahayanya dalam pikiran dan batinku. Lentera itu bersinar sejak aku masih kecil hingga saat ini sebagai seorang remaja yang dapat merasakan keindahan masa hidupnya. Tetapi aku tak ingin bercerita tentang keindahan perjalanan masa remajaku. melainkan aku ingin bercerita tentang rasa galau dan risau yang membelengguku akhir-akhir ini. Aku merasa cahaya lentera jiwaku meredup atau lebih tepatnya bersinar secara tidak menentu karena sesuatu hal.  Sumber gambar:  www.esqlife.com . Saat kecil dulu, langit Bumi tampak disinari oleh lentera jiwa demi membuka jalan daar bij die lucht (Nun jauh di udara, dalam Bahasa Belanda) untuk aku pergi menerbangkan pesawat sebagai seorang kapten pilot. Jujur saja, dari kecil aku memang sudah dibiasakan periksa gigi secara rutin ke dokter gigi tetapi diriku acap kali enggan tuk pergi kesana dan agar ada motivasi, aku pu

Belajar pada masjid, tukang parkir & tukang bakso (renungan seorang guru muda)

Gambar
  Sumber:  benyaminlakitan.com   Langit senja pun tampak bersahabat menaungi langkah seorang guru muda menuju ke sebuah masjid besar tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar. Angin sore pula turut bersepoi-sepoi menerjang rerumputan yang bergoyang tepat di sebelahnya. Sang guru muda terus melangkahkan kakinya hingga ia tiba di sebuah masjid besar. Bagai memiliki lampu alami, sinar keemasan mentari di kala senja menembus langit-langit dan dinding masjid. Tak lupa ia mengambil air wudhu, ia pun segera masuk tempat shalat dan menempati barisan paling depan tepat di belakang mihrab bagi sang imam tuk memimpin shalat.  Ketika aku tiba, baru ada beberapa jamaah yang menempati shaf sebab jamaah lainnya masih mengambil air wudhu sedangkan sebagian lainnya tengah khusyuk menunaikan shalat sunnah qabla Ashar. Selanjutnya beberapa orang murid laki-lakiku hinggap di sebelah seraya mereka menyalami telapak tanganku hingga Adzan Ashar berkumandang merdu, satu per satu jamaah datang memasu

Kisah 11 Tahun lalu

Gambar
  Sumber: www.hdwallpaper.com  Sejatinya aku masih ingin menanti masa ujian berakhir, namun belakangan ini aku sadar bahwa hasrat dan keinginan rupanya bisa bicara dan mereka pula memaksaku untuk segera kembali menulis lembaran-lembaran cerita setelah lama tak ada lembaran cerita yang tertulis. Beruntung aku memiliki masa jeda pada sisa waktu ujian yang cukup panjang sehingga awal masa jeda ini bisa ku gunakan untuk kembali bercerita tentang sebuah peristiwa 11 tahun lalu.  Alkisah, nun jauh di kala senja menyinari langit dan tanah Negeri Kincir Angin alias Belanda, seorang guru muda terlihat sedang mengemudikan sebuah mobil VW buatan tahun 1970-1980an. Kuno memang, akan tetapi bagi sang guru muda hal itu bukan menjadi masalah sebab ia menyukai hal-hal berbau klasik. Ia terus mengemudikan mobil seorang diri tanpa ada teman di sebelahnya dengan melintasi hamparan padang rumput hijau berwarna kekuning-kuningan karena disiram oleh sinar matahari.  Perlahan tetapi pasti, a