Teruntuk jumpa yang tak sampai

Sumber gambar: WallpapersWide.com

Pun dalam penghujung tahun ini, mulai aku jemu mengguratkan cerita mengenai pengembaraanku bersama kawan-kawan anak gadis dan bujang di tanah Eropa ketika langit senja memeluknya begitu erat ketika ku memutuskan bersauh pada hamparan rumput-rumput bergoyang ataulah ladang bunga bersama sepetak telaga buatan pemantul bayangan taman langit. Di bibir telaga inilah beragam kisah aku awali teruntuk tiga (terkadang empat) anak dara cantik sambil mereka mengurut paha kanan-kirinya. Cantik, aduhai aku katakan bila diberi celah untuk memuji keelokan garis wajah para anak gadis tersebut. Dan tatkala cerita menemukan epilog, kembali aku meneruskan perjalanan mengucap selamat tinggal pada bayangan taman langit dalam suatu senja nan indah. 

Tiada aku tahu, mesti di titik mana lagi aku bersauh lepas menempuh perjalanan panjang. Seperti apa pun bagaimana kisah bersauh tertulis mesti, jua cerita apa yang ingin ditepikan pula dengan siapa aku bercerita. Aku tidak tahu gambaran ceritaku di awal tahun baru nanti. Hendak aku menggurat cerita tentang elegi rumput-rumput bergoyang, namun aku sudah jemu sebab elegi ini selalu aku tulis sejak mengawali tahun. Dan oleh karenanya, mesti aku memutar pikiran mencari kisah baru untuk melatari pengalaman masa lalu nan indah. Suasana sekolah, juga sudah sering aku tulis ketika niat pengabdian besar sebagai guru terhunus kuat. Ingat masih, saat aku hadir membelai rambut panjang Stevie saat ia risau sebelum wajahnya memerah merona disebab malu-malu lepas ditanya terkait pada siapa hatinya tertambat. Rindu aku pada dirinya. Cerita yang perlahan tergerus akan hadirnya tiga dara lain. 

Bingung, rasa yang seketika membekapku erat. Aku membiarkan tubuhku sendiri melayang-layang tak menentu arah pada bingung yang tak jelas ini. Aku termangu sendiri mengingat beratus-ratus cerita yang terjadi sepanjang tahun ini. Tetapi biar aku larut pada bingung tak menentu arah, telah aku mengantongi cerita mengenai jumpa dan harap yang tak sampai pada penghujung tahun. Dengan jendela pagi yang kini telah aku dorong agar lebar terbuka, aku mengembangkan nafas biar cerita tersampaikan begitu jelas pagi ini. 

                                                                         ****

Moratorium Ujian Nasional. Perkara ini, entah berapa kali sudah aku tulis dalam cerita ketika bathin masih begitu mengharap perkara ini dapat ditunaikan para pemimpin besar tanah air yang menyebar sangat cepat di ujung bulan November, dan tiga pekanlah banyak anak manusia yang mem-buahbibir-kan sang perkara tiada peduli setuju atau tidak. Akulah yang mencakup setuju sebab ingin ujian nasional dihapus secara permanen, tak hanya sebatas pergantian nama. Dan lepas tiga pekan berhembus kencang bak angin segar, kepala negara kebanggaanku Presiden Joko Widodo menyimpul keputusan agar tetap menjalankan ujian nasional persis dengan kemarin. Bolehlah aku kecewa, tetapi tak sudi sebab sukar aku memanggil nama Presiden Joko Widodo mengenakan ujaran benci. 

Pun moratorium ujian nasional tidaklah sudi aku terima bilamana itu hanya mendorong ujian sekolah berstandar nasional (USBN) di bawah kendali pemimpin daerah bersama penambahan soal essay bagi seluruh pelajaran. Dihapus permanen hingga itu tak meninggalkan jejak lebih baik. "Ntar standarisasinya gimana di?" Sekali aku berbicara mengenai penghapusan UN secara permanen, ucapan ini lantas ditebah kawanku sendiri tanpa ragu. Kawanku sendiri yang menebah ucapanku, bukan sesosok guru ataulah pemimpin tanah air. Entah bagaimana rasanya bila guru atau pemimpin tanah air yang menebah ucapanku.  

Lepas aku mengingat perkara ujian nasional, aku menampak sisi lain pada ruang hati. Inilah titik terpenting yang mesti aku tuliskan. Apabila Presiden Joko Widodo tak dapat menebah ujian nasional hingga tak meninggalkan bekas, maka ujian nasional mesti dapat aku tebah ketika menduduki kursi kepala negara nanti, menggantikan beliau. Biar aku yang menata corak wajah pundi-pundi ilmu tanah air, turut mencipta perubahan besar seperti Jokowi. Dan tak peduli aku pada ucapan orang yang tak sudi mengikuti langkahku, biar mereka bertopang pada pendiriannya masing-masing. Yang terpenting, harus kutunaikan niat ini bagai bentuk pelampiasan dendam masa remajaku terutama pada kesukaran di tengah menghitung berbaris-baris angka. 

Semoga Allah SWT memudahkan langkah menuju kursi kepala negara. 

                                                                       ****

Proyek pembangunan flyover Antapani, elegi berikutnya. Tak asing lagi di telinga rakyat kota kembang, proyek ini diawali pertengahan Bulan Juni silam sebagaimana status proyek percontohan akan kekuatan baja bergelombang pertama bagi tanah air. Boleh aku jabarkan mengenai deskripsi ciri-ciri fisik proyek ini. Jalan layang tersebut, mematut jarak/panjang 700 meter melintasi persimpangan Antapani-Cicadas-Kiaracondong, titik dimana kemacetan tak pernah absen menahan laju kendaraan setiap waktu. Alhasil demi mengurai kemacetan, Walikota Bandung Ridwan Kamil merancang jalan layang ini yang semula aku pikir akan sangat panjang. Namun 700 meter sudahlah panjang dan bila di titik lain masih terjadi kemacetan, kehadiran jalan layang Antapani masih belum dapat menebah malapetaka. 

Di suatu hari yang entah fajar, tengah siang atau senja latar waktunya, aku menerima telepon dari nenek. Wanita 80 tahun ini menuturkan, setelah lama dirinya tak lagi menampak proyek jalan layang Antapani sejak awal keberlangsungan, rupanya jembatan tersebut telah berdiri tinggi menjulang. Kemudian setelah nanti selesai dibangun, operasional jembatan akan diresmikan Presiden Joko Widodo. Aku diperintah agar menyaksikan sendiri peresmian oleh Presiden Jokowi. Alhasil sambil membayangkan seperti apa suasana peresmian nanti, aku terus menunggu perkembangan berita pula aku melukis bayangan gadis pendorong semangatku empat bulan belakangan ini hadir agar dapat berfoto bersama Presiden Joko Widodo. 

Pada penghujung tahun, menguap harapan beranjangsana dengan Presiden Joko Widodo jua si gadis pendorong semangat lepas aku menerima sepucuk berita tentang jalan layang Antapani bak surat atau telegram. Terucap jelas, jalan layang persimpangan Antapani hampir sempurna dikerjakan sudah agar dapat dilintasi awal bulan Januari kendati peresmian belum bisa dipastikan lebih jelas. Namun yang sudah sangat jelas, seseorang yang nanti akan meresmikan jalan layang tiada lain tiada bukan ialah Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, bukan Presiden Joko Widodo sebagaimana harapanku dari berita yang sebelumnya telah berhembus. Aku maklum, saat ini Presiden Jokowi tengah meniti perjalanan di Manado dalam simpati perayaan natal sebagai kepala negara bagi seluruh umat, jua pria kurus nan sabar & sederhana ini akan menunaikan kunjungan kerja di tepi utara tanah air. 

Dan entah dimana beliau hendak menyaksikan gemerlap kembang api pembuka tahun baru. 

Lalu bagaimana dengan si gadis pendorong semangat? Perlu aku maklum pula, pada penghujung tahun ini dirinya tengah melancong berlibur walau tiada aku tahu kemana dirinya pergi dan ia pun tak mengantongi keterkaitan hubungan dengan proyek jalan layang, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, ataulah Walikota Bandung Ridwan Kamil. Maka oleh karenanya, dua sosok yang semula telah kuharap kedatangannya aku ikhalskan mereka meniti perjalanan sesuai keinginan masing-masing. Teruntuk jumpa yang tak sampai. 

                                                                         ****

Nafas fajar bersegera menguap perlahan, bak hendak meniup berjuta-juta embun di pelupuk mata meninggalkan banyak kenangan yang selamanya hendak selalu ada. Dingin udaranya bersegera menyelimuti hati ini perlahan, membias sinar matahari yang malu-malu menyapa persis senyum Stevie yang malu-malu menyapa cinta. Tersenyumlah aku mengingat kenangan tentang citra terindah itu yang kini masih tetap dan akan selalu hidup dalam ingatan membuat kesendirian hampa ini seolah-olah tampak manis. Teruntuk Stevie dan para gadis cantik, terima kasih aku haturkan bagi kalian yang telah mengisi ceritaku sepanjang tahun ini dan aku memohon agar kalian sudi membuka pintu maaf bilamana aku mencipta prahara pada kalian, entah sengaja ataukah tidak. Aku pun tidak tahu mesti berapa lama bersama kalian, namun janganlah pernah berhenti berharap tentang terulang kembalinya suatu anjangsana indah bersamaku nanti. 

Sampai jumpa di kisah indah lainnya, sahabat-sahabat...

Tertulis, kisah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan. 

Bandung, 27 Desember 2016
Pukul 05.55 WIB. 


- Herr Aldi Van Yogya - 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi