Kota mati, bersauh aku padanya

 
Sumber gambar: 7-themes.com

Alkisah, semburat cahaya senja yang hadir hari ini aku tampak bak hadir membawa keheningan yang melebihi keheningan senja lain sepanjang hayatku belakangan ini. Di salah satu sudut kota, aku putuskan sudah agar aku dapat menyendiri dalam perenungan lebih jauh mengenai heningnya hati yang tampak bak kota mati tempat aku bersauh padanya usai meniti perjalanan entahlah itu lepas hadir agar murid-murid dapat berguru atau pengembaraan jarak jauh dengan ditemani kawan-kawan terbaikku. Dan pada epilog, aku tampak keheningan senja kian erat mendekap hati pula tubuh yang telah didekap lelah terlebih dahulu. Ingatan ini hampa, hanya mengingat lagi sosok-sosok manusia yang pernah menemaniku pada cerita. Kini mereka lenyap kembali, tiada tentu rimba hati berbicara lebih jauh. 

Aku mengutip lagi salah satu lagu gubahan para kurcaci tampan pada hari yang cerah.
                                                                         
                                                                         ****

Warna seperti menghilang
Di kota ini
Hitam dan putih masa lalu
Kini membisu

Perjumpaan bersama senja, kian lama kian tertampak melenyapkan warna-warna yang telah menemani perjalanan kisah pada beragam kota. Entah itu Bandung tempat aku tinggal, Yogyakarta tempat hati menari lincah dan kota-kota di Belanda yang turut menemani kisah walau hanya dalam perantara jarak dua kota. Mereka kurasa turut menyumbang ruang nafas dahulu, melengkapi nafasku, para gadis bersama para bujang. Tetapi, kali ini mulai aku jemu mengguratkan kisah pada kota-kota itu terutama Belanda kendati aku memandangi keindahan mereka hinggaku jatuh cinta padanya, lepas pada si gadis bunga aku jatuh cinta. Ada apa dengan mereka? Salahkah mereka? Tentulah tidak. Malah Yogyakarta, aku tasbihkan sudah sebagai tempat hati ingin selalu kembali. 

Masa lalu terlukis hanya dengan hitam bersama putih, monokrom pada setangkup hampa. Bila aku mesti menerawang masa lalu, tiada makna indah sudah hari ini. Pun andai aku tersenyum, selintas hanya itu terjadi. Dan kurasa, aku bagai menerima kutukan agar membisu ketika mengingat masa lalu secara berulang-ulang. 

                                                                          ****

Coba dengar ku berbisik
Suara yang t'lah mengering
Masih menari di sini
Langkahmu yang telah pergi

Udara kini berubah
Di kota mati
Seperti kisah masa lalu
Kini membisu

Ingin ku berbicara walau cukup berbisik, sebab mengingat nama para gadis ketika hening sedang merangkul, membuat aku sukar bicara hingga suara terdengar lirih. Sejatinya gadis-gadis tersebut mematut paras cantik peluruh hati. Bak berubahnya udara di kota mati, lalu tertawalah aku andai diri mereka hadir mengelilingi diriku seorang dan kini, mulai aku bertanya mengenai pada siapa atau gadis mana cinta akan kulabuhkan. Aku sudah menyamakan diri dengan berlayarnya sesosok kapten kapal jelas mengarah pada sejumlah dermaga di tepian. Dan aku tetap berlayar di tengah laut, mencari lagi dermaga hati yang sudi menerima kapal bersauh. Maaf aku melantur. Mereka jelaslah sudah pergi jauh dari hati saat ini untuk sementara, entah kapan kembali dan di titik ini, langkah mereka yang telah beranjak masih menari bersama kisah masa lalu yang membisu sudah

                                                                         ****

Semua berakhir di sini
Tempatku mula bermimpi
Hatiku mati di sini
Terdiam dan tak mengerti

Masih bertahan sisa mimpi-mimpiku
Di kota ini
Kini bertahan sisa mimpi-mimpiku
Di kota ini

Inilah ujung yang sejatinya. Perenungan tentang mimpi haruslah berhenti di tempat terakhir ini, lepas ruang batin tak menemukan nafasnya hingga aku cukup dapat terdiam karena tak mengerti tentang sekelabat wajah yang berputar-putar bak cerita kehidupan biar sisa mimpi-mimpi yang sudah aku pertanyakan tetap bertahan di kota ini. 

Hingga, tanpa ditemani anak-anak gadis, aku bersauh di kota mati tiada jawaban yang jelas. 

Tertulis, kisah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Bandung, 7 Januari 2017
Pukul 07.06 WIB

- Herr Aldi Van Yogya - 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi