Surat di Epilog Januari (2)

Sumber gambar: http://www.ebay.com.my/ 

Bandung, 28 Januari 2017

Terlampir bagimu sahabat-sahabat
Yang menghias jiwa nan sunyi. 

Assalamu'allaikum Wr. Wb. 

Kututurkan sekali lagi, apa kabar sahabat-sahabat tercinta nun jauh di tanah rantau sana? Pasti akan selalu dinanti kabar baik yang tercipta dari kisah kalian. Bila dipikir lagi, rupanya lama sudah aku tak bertatap wajah dengan kalian dan jumpa terakhir yang pernah kita tunaikan sepertinya tertinggal jauh di penghujung tahun lalu. Banyak cerita sudah yang aku kisahkan pada kalian. Dan kini hanya dapat melalui lembaran-lembaran surat aku mewartakan kisah yang aku rasakan sendiri. Tanpa banyak bertutur lagi, langsung aku kisahkan seluruh kenanganku di epilog Januari. 

                                                                         ****

Tiada pernah dirasa Januari mencapai penghujungnya sudah. Januari ialah bulan yang amat kukagumi sejak menyongsong masa remaja dan pastinya ada cerita yang tersimpan rapi di dalamnya mencakup Januari 2017. Walau telah mencapai penghujung yang sekali lagi aku tuturkan, namun penghujung Januari ini sudah menaburkan serangkai perjumpaan yang menarik daun telingaku agar berdiri tegak. Berdiri tegak? Ya, tentu mesti berdiri tegak dipasal perjumpaan dengan mata pelajaran Bahasa Jerman yang telah lama tak kujumpa lantaran mesti berjibaku dengan kesukaran soal try out jua anjangsana sesosok penuntun langkah mengorek celah demi mengawali masa depan nan cerah. Bersoraklah hati tatkala diberi waktu tuk memeluk pundi-pundi ilmu ini. 

Pabila aku memutar ingatan kembali, setentang jarak empat bulan silam pernah aku membebaskan tubuh bergerak pada sepetak lapangan kecil di samping betapa megahnya kawasan sarana olah raga bekas perhelatan agung PON 19 Jabar tahun 2016 pada Lapangan Pacuan Kuda. Pun jaraknya tak jauh dari sekolah dan kesimpulan aku tarik andai lapangan kecil itu ialah titik kecil yang jatuh di antara area PON dan sekolah. Jumat di penghujung September 2016 tersebut aku manfaatkan bersama kawan-kawan bujang pula Pak Zamzam sang guru olahraga dengan memainkan sepak bola walau mesti diakhiri oleh rintik hujan. Tetapi disitulah kenanganku akan kisah mengenai PON berbunga-bunga, terlebih lagi mengenai sosok Gloria sang Paskibraka Nasional yang turut didaulat untuk merenggut bagian sebagai pengibar lelambaian bendera PON. 

Pernah aku tulis di lembar cerita terdahulu ketika masih menjejak hari bersama Stevie sang murid kesayanganku, andai timbul harap 'tuk menyaksikan paras cantik nan manis Gloria yang membuaiku belakangan ini. Tetapi apa boleh buat, sorot kelopak mata haruslah teralih pada ulah jenaka trio "Warkop DKI Reborn" di layar sinema. Prolog perhelatan PON tak dapat kujumpa sepenuhnya selain pertarungan langsung di Arcamanik jua epilog perhelatan PON, titik dimana ku berhasil menangkap bayangan paras Gloria menggenggam erat bendera PON. Dan satu hari terpaut jarak aku mengingat lagi kenangan akan perihal itu hingga kini. 

Mesti aku tepikan, pekan kemarin telingaku berdiri tegak begitu merenggut sabda akan kegiatan olahraga yang dilaksanakan kembali di area GOR perhelatan PON. Mulanya aku bersemangat menangkap makna sabda ini dan mematut pikir jika kegiatan olahraga tergelar di ruang stadion. Kemudian ketika langkah diderap bersama kawan-kawan, pernah tersirat keinginan agar berputar balik karena salah tempat. Namun Bu Een sang guru olahraga teruntuk kawan-kawan anak gadis membenarkan sepetak lapangan kecil di samping area GOR yang berbagi batas langsung dengan rumput-rumput bergoyang di tanah bekas Lapangan Golf. Sepanjang kegiatan ini aku berupaya membangkitkan kenanganku mengenai perhelatan PON kendati tiada membuahkan hasil. 

                                                                         ****

Hari beranjak siang, anjangsana pasukan jaket kuning alias Mahasiswa Universitas Indonesia Depok aku terima di aula berbarengan dengan lain bujang dan gadis. Kuingat betul salah satu manusia dalam pasukan jaket kuning tiada lain tiada bukan ialah Alifia, kakak kelasku yang kini tengah menimba ilmu di sana. Hingga hari beranjak senja kami menerima sepenuh hati anjangsana pasukan jaket kuning dilanjut rembuk anak-anak bujang dikawani gadis demi mem-buahbibir-kan buku kenangan, perjalanan terakhir sebelum berpisah hingga benda sakral angkatan. Dalam jumpa ini belum ada kesimpulan pasti yang ditarik. Dan terakhir, Sabtu keempat di bulan Januari ini harus kuhabiskan dengan menganjangsanai kembali rumah Ali teruntuk mengawali penampilan di penghujung Februari nanti. Harus kuhabiskan sehari penuh dipasal terlambatnya kawan-kawan dan ini berhasil ku akhiri lepas siang memudar. 

Sahabat-sahabat, kurasa kisah di epilog Januari hanya dapat kusampaikan hingga titik ini. Aku pun turut menuturkan lagi bila kisah-kisah di atas rupanya tak meninggalkan kesan mendalam bagiku agar tiada pernah jemu mengenang selalu untuk selamanya sebelum aku dicengkram masa paceklik hebat kelak. Tetapi kendati demikian, aku tetap menjunjung harap biar larik-larik kisah indah dapat kembali menyapa. Dengan resmi aku tutup surat di epilog Januari ini. 

Wassalamu'allaikum Wr. Wb. 

Bandung, 28 Januari 2017
Pukul 19.55 WIB
- Herr Aldi Van Yogya -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi