Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

Ada untuk dipertanyakan

Gambar
Sumber gambar: best-wallpaper.net Bandara Heathrow, London, Inggris di akhir sebuah hari.  Tatapan mata seorang guru muda terarah lagi pada arloji bertali cokelat tua di pergelangan tangan kanannya untuk yang kesekian kalinya. Ia bolak-balik melirik lingkaran jam bersama denting jarum yang merambat sangat pelan sejak ia tiba di pelataran Bandara Heathrow dalam cerita ini lantaran Bandara Schiphol dan seluruh permukaan Tanah Belanda tampak sudah jemu dituliskan sebagai latar dalam cerita ini. Masih lama. Dua kata dengan sembilan huruf tadi dirasa tepat melukiskan seluruh isi pikiran sang guru. Ia sudah menanti Gloria sejak tadi, namun gadis berambut pendek itu belum juga datang. Aku putuskan tuk membuka catatan kecil dari saku bajuku.  "Gloria udah datang belum herr?" Sekonyong-konyong suara seorang gadis menghujam telinga kananku tanpa diminta. Rupanya si gadis bunga muncul di depan batang hidungku persis seperti setangkai bunga yang baru tumbuh dari tanah berseli

Jumat bersama Mutti (Sepenggal senja di penghujung Bulan Agustus)

Gambar
  Sumber gambar:  allfreshwallpaper.blogspot.com Kulirik arloji bertali cokelat tua itu untuk yang kesekian kalinya. Denting jarum jam tampak merambat begitu pelan di kesunyian senja milik segaris jalanan di atas daratan Inggris yang terbentang dari Birmingham sampai London. Kulempar pandangan menembus kaca mobil Kia Pregio cokelat metalik ini. Sunyi, sekali lagi kukatakan. Di sudut kanan-kiri mobil aku hanya bisa melihat pemandangan berupa hamparan rumput-rumput bergoyang yang sesekali dipecah oleh riak air sungai kecil seiring dengan hembusan angin senja. Aku pacu mobil favoritku ini sekencang mungkin sebelum seseorang memecah kesunyian secara tiba-tiba dari jok belakang.  "Di-di-di, bisa tolong minggir sebentar enggak?" Sergah Ariq sambil menghujam telinga kiriku. "Bisa. Emang kenapa?" Jawabku sambil bertanya balik. "Ini, barusan aku lupa nge -jamak shalat terus jadinya aku belum Shalat Ashar. Sok berhenti dulu mumpung waktu Ashar belum habis.&quo

Obrolan dalam kedai kopi

Gambar
Sumber gambar: wallpapercave.com Awan mendung kelabu nan pekat dalam realitanya memang selalu sudi menggantung pekat di langit Kota Yogyakarta, sebuah kota yang populer akan gudeg serta jumlah pelajar yang bersemangat menuntut ilmu di sana. Hujan tak lupa dimuntahkan oleh tudung kelabu langit Yogya begitu seorang guru muda melangkahkan telapak kakinya secara pasti menyusuri pinggiran Jalan Prawirotaman agar ia dapat sampai di Sellie Coffee, sebuah kafe yang mendadak tersohor lantaran hadirnya Ada apa dengan Cinta 2 sang legenda perfilman tanah air. Di sana aku jelas tak menyusun janji apapun dengan seseorang. Namun udara dingin sudah membekapku dalam sekejap. Padahal dalam filosofinya Yogya memang bersuhu udara panas.  Sengaja tak kutulis latar cerita ini di Jalan Malioboro karena tempat itu memang sudah sangat familiar di telinga para manusia. Kini kucoba ajak kalian menyusuri sudut lain Kota Yogya dalam rangkaian kisah ceritaku ini.                   

Hanya dengan jiwa sabar (Apa kontribusimu untuk merdeka?)

Gambar
   Sumber gambar:  whatfreedommeanstome.yolasite.com Kukatakan lagi, upaya berlebih-lebih sejatinya tak pernah mengandung arti apapun tanpa adanya sabar yang berlebih-lebih pula. Ya itu sangat benar. Aku termangu seorang diri di balik kaca mobil yang berlari sesuai perintahku menembus langit sore hanya beberapa saat seusai jadwal mengajar berakhir sekaligus momenku mengucap sampai jumpa pada Stevie juga teman-teman seusianya di sekolah. Kembali lagi pada ucapan di atas tadi. Upaya berlebih-lebih tiada artinya tanpa sabar berlebih-lebih. Terus termangu sampai tanganku mengambil buku agenda hitam secara tidak sadar di pinggir kemudi. Kubiarkan kaca jendela mobil terbuka demi menyingkap lembaran-lembaran kertas buku agenda hitam tadi.  "Cieee Herr Aldi ngefans sama Gloria. Ehm, dia cantik enggak herr?" Sebuah suara menghujam telingaku secara tiba-tiba. Hampir saja aku mengerem laju mobil dengan mendadak, tetapi sekelabat wajah keburu muncul di depan hidungku. Dialah

Cukup mengagumimu (gadis bunga malam dari jauh)

Kuakui itu benar. Memang. Sudah seberapa sering aku menulis kisah tentang perasaan batinku pada si gadis bunga yang tertambat saat berada di balik kabut. Ingin kutuliskan itu lagi, tetapi mata kalian pasti akan lelah membacanya. Benar bukan? Pasti jawabnya. Maka aku ingin mencoba menuliskan lagi kisah saat bersama Stevie sang murid kesayanganku di sekolah. Kuakui kini terasa sulit menuliskan Stevie dalam lembaran cerita, sudah tak seperti dulu lagi. Namun kuanggap hal tadi sebagai sebuah jeda agar mata tak jemu membaca kisahku yang isinya itu-itu saja. Stevie lagi, Stevie lagi dan Stevie lagi sampai yang kesekian kalinya.  Kegiatan belajar-mengajar tentu sudah selesai sejak satu jam lalu. Mata pelajaran Bahasa Jerman telah kutepikan pada murid-muridku melalui Stevie yang tampak sangat aktif bertanya mengenai materi pelajaran dalam Bahasa Jerman. Tentu saja ia seperti itu sejak pertemuan pertamaku dengannya dulu. Sambil mencangklong tas komputer jinjing aku mencekal erat segelas co

Pengagum kecil itu

Gambar
  Dia memang Stevie, tapi dengan jujur bin berterus terang kukatakan dia adalah tokoh Stevie yang berbeda dari yang aku tulis di sini. Ya, tentu saja berbeda lantaran dulu aku gemar menulis Stevie dengan bonus deskripsi berupa rambut hitam nan panjang terurai, usia 13 tahun tetapi tak mengenakan kacamata. Tetapi kali ini, aku ingin menuliskan tentang salah seorang gadis bernama sama tetapi ia diberi bonus berupa rambut panjang terurai, kulit putih, mengenakan kacamata minus dua serta ia beragama Islam walau memiliki darah keturunan Tionghoa. Ia akan menjadi salah seorang tokoh dalam sebuah novel yang akan kutulis nanti. Ini merupakan kisah antara dirinya dengan Rayla, salah seorang gadis remaja yang menjadi temannya semasa sekolah. Rintik hujan Bulan Agustus pada realitanya masih belum sudi mengucap selamat tinggal pada senyum Stevie, seorang gadis keturunan Tionghoa-Muslim dengan paras cantik di sebuah sekolah yang kini telah sepi. Hanya sebelas-dua belas siswa serta guru ter

Terjerumus a.k.a Galau

Gambar
  Sumber gambar:  wallpaperscraft.com   Berapa hari belakangan ini memang selalu terlewati bersama mendung kelabu yang menggantung sangat pekat di langit, ribuan meter nun jauh di atas sana. Matahari bagai tak sudi membagikan cahayanya pada Bumi dan ia seperti menelurkan titah pada pasukan hujan di pagi hari agar paduka tuan Bagaskara si raja penguasa langit siang sanggup bersemayam di balik awan. Bersamaan dengan mentari yang bersembunyi, aku terus memacu mobil seorang diri di sebuah jalan raya nan sunyi milik Negeri Kincir Angin, mantan penjajah negaraku hampir satu abad silam yang sekarang tanahnya aku gilas habis dengan mobil sebagai pertanda sudah saatnya aku berjaya di atas negara penjajah sendiri.  Kaca jendela kubiarkan menganga lebar-lebar demi masuknya angin ke mobil VW kuno yang aku kemudikan dari Maastricht ke Amsterdam. Dulu, aku menggilas tanah Belanda dari Maastricht bersama enam teman dekatku sepanjang masa sekolah seraya mengenang sepenggal kenangan di masa

Hujan di waktu Subuh

Gambar
  Sumber gambar:  fullhdpictures.com Rintik hujan sudah jelas sangat sukar mengenali waktu yang tepat untuk ia turun bersama tetesnya demi setitik embun di tubuh daun-daun hijau kala waktu malam akan mengucap selamat tinggal dalam tempo satu jam. Kutatap hadirnya hujan di waktu Subuh tepat sesaat selepas shalat seorang diri sebagai pertanda aku tak lupa pada Rabb-ku sang pencipta hujan di langit Bumi hari ini. Kuakui sangat jarang memang, hujan datang saat Adzan Subuh berkumandang lantang membangunkan para Hamba Allah SWT agar segera menunaikan ibadah shalat. Tetapi tak apalah, aku anggap hujan ini adalah sebuah berkah.  "Herr Aldi, kita mau kemana?" Spontan suara milik seorang gadis menghujamku di balik kaca mobil. Dialah Maureen, seorang gadis yang selalu mengenakan kupluk abu-abu yang menaungi rambut panjang di kepalanya. Bila ia tersenyum, pasti akan selalu tersenyum manis. Aku suka melihat itu walau hatiku lebih kuat berlabuh pada si gadis bunga. "Hmmm, s