Menyempurnakan tak harus menuntut kesempurnaan

 
Sumber gambar: wallup.net

Senja kala seorang guru muda membuka buku agenda kesayangannya demi menulis sepenggal kisah.

Bilaku menerawang jauh pada rangkaian kisah masa remajaku dahulu, ingatanku sanggup menangkap bayang-bayang sosok Rizky Febian, seorang penyanyi muda asal Bandung yang merupakan putra pertama dari komedian Entis "Sule" Sutisna dengan tembang populernya "Kesempurnaan Cinta." Lelaki berparas tampan ini menjadi pujaan baru bagi banyak remaja (barangkali sebagian gadis-gadis remaja) seusiaku saat itu. Kini usai aku didapuk menggapai mimpi jadi guru, aku semakin paham akan makna kehadiran sesosok belahan jiwa dalam hidupku. 

Rizky Febian dalam kacamataku tampak begitu dikagumi oleh banyak gadis remaja karena kelebihan ciri-ciri fisik serta popularitas lagunya yang jelas-jelas menggambarkan perjalanan hidup seseorang bersama belahan jiwa/kekasihnya yang memberi sebuah kesempurnaan cinta dalam hidupnya. Tetapi sekarang aku tidak berniat mem-buahbibir-kan banyak hal tentang Rizky Febian, melainkan aku ingin meluruskan lagi apa tujuan mencari belahan jiwa sejatinya lengkap dengan alasan mengapa kita sangat menginginkan seseorang yang tampak istimewa di mata kita untuk menjadi belahan jiwa. Kisah ini aku tulis di atas buku agenda beralaskan batu di antara rumput bergoyang agar selanjutnya aku ceritakan pada Stevie. 

*************

Sudah kesekian kalinya aku mengisahkan awal mulaku jatuh cinta dengan si gadis bunga saat remaja dulu walau kisah cinta di balik awan milik tanah Dataran Tinggi Dieng tersebut dipaksakan oleh tiga orang teman lelakiku di kamar penginapan. Awalnya aku memaksa mereka berhenti bertanya lantaran hatiku memang belum tertambat pada seorang gadis remaja pun baik itu teman sekelas, kelas sebelah, angkatan SMP, kakak atau adik kelas sekalipun. Namun tiga pemuda yang tak lain tak bukan adalah Akbar, Ariq dan Fariz terus-terusan memaksaku menjawab sambil menyebut beberapa pilihan nama hingga akhirnya aku mengambil keputusan dengan menyebut nama si gadis bunga. 

Jujur, di awal mulaku jatuh cinta pada si gadis bunga aku sangat sungkan bin malu mewartakan perasaan cintaku pada orang selain teman-teman satu kamarku yang terdiri dari Aa (Audia), Bowo, Fariz, Ragil, Kiki, Akbar, Ariq dan Fariz sampai aku mewanti-wanti agar berita ini tak tersebar ke teman-teman lain. Tetapi aku tak tahu sebabnya mengapa teman-teman perempuanku menjadi tahu tentang perasaan cintaku pada si gadis bunga. Mereka berusaha menggoda sambil memaksaku menyatakan perasaan secara langsung pada si gadis bunga, tetapi malu keburu menggelayuti layaknya kabut Dieng. 

Dari situlah aku menganggap perjalananku mengembara ke Dataran Tinggi Dieng sebagai sebuah kisah terindah sepanjang hidupku dan setelah pulang dari negeri di balik awan itu aku kerap kali memendam rindu pada Tanah Dieng sambil menguatkan niat kembali lagi ke Dieng di lain waktu. Tak sampai di sana, perasaanku pada si gadis bunga pun semakin berkobar-kobar terlebih lagi saatku melihat si gadis bunga berhasil memutar-mutar hula hoop di pinggangnya sampai membuatku sangat bahagia tak tertahankan. Pula di tengah jam pelajaran, aku sudah pernah menunjuk si gadis bunga melanjutkan bait nyanyianku yang membuat anak satu kelas heboh lengkap ketika teman-teman perempuanku hendak merias wajah si gadis bunga, aku meminta dia tidak didandani karena sudah cantik di mataku. Aaaahhhh...

Hingga aku duduk di bangku kelas 11-12, perasaan cintaku masih tertambat pada si gadis bunga dalam situasi apa pun. Jika ada hal-hal yang terkait erat dengan si gadis bunga, pasti aku membahasnya dengan begitu bersemangat dan sebagai risiko bin konsekuensinya, aku akan dibilang "modus" oleh kawan-kawan sekelasku. Di saat aku bisa bekerja dalam satu kelompok dengan si gadis bunga, aku pasti akan sangat senang atau bila tak sekelompok, minimal aku merasa senang saat si gadis bunga bisa hadir di sekolah. 

Lain halnya dengan momen saatku menjalani hari-hari di sekolah tanpa kehadiran si gadis bunga. Satu-dua hari saja ia tak masuk, aku merasa kehilangan dirinya walau ia bukan pasangan kekasihku tetapi ada kehilangan menyeruak dari ruang bathin. Puncak kehilangan sekaligus kesepian terbesar sepanjang masa remajaku adalah ketika si gadis bunga jatuh sakit demam berdarah yang menyebabkan ia harus dirawat. Ketika rencana menjenguk di rumah sakit dibocorkan, aku menyambutnya sambil bersemangat dan aku menuruti ajakan Bu Intan yang diakhiri dengan penyampaian kata-kata motivasi bagi si gadis bunga walau hanya sebatas hasil menyadur lagu "Di balik awan" milik Noah sebagaimana isi ceritaku terdahulu. 


**************

Usiaku telah menginjak angka 17 tahun. Perasaanku masih tetap tak berubah, malah sudah terpikirkan bilamana aku mempersunting si gadis bunga kelak dengan jujur bin terus terang kukatakan. Tetapi dengan catatan aku tidak bisa memanjatkan doa terlalu tinggi agar bisa berpasangan dengan si gadis bunga lantaran ia pernah mengatakan padaku (walau sejatinya melalui salah seorang teman lelaki lainnya) dengan isi berupa apresiasi terhadap pernyataan cintaku di depan kelas namun si gadis bunga rupanya enggan berpacaran dan lebih memilih bersahabat denganku sebab bila berpacaran akan membuat jatuh sakit baik secara fisik atau psikis. 

Kata-kata si gadis bunga ternyata selaras dengan kultum alias kuliah tujuh menit dari Millenia di suatu pagi tentang enak-tidak enaknya bersahabat dan berpacaran. Yang masih aku ingat dari isi kultum Millen tersebut yakni: 

- Bersahabat bisa dengan banyak orang, sedangkan berpacaran hanya dengan satu orang.
-Bersahabat bisa kita ceritakan dengan mudah kepada orang lain, sedangkan berpacaran perlu  berpikir banyak untuk menceritakannya pada orang lain. 

Aku hanya mengangguk setuju akan ucapan si gadis bunga tadi. Jika ia tidak ingin berpacaran melainkan lebih ingin bersahabat, aku akan menerima dirinya dengan tangan terbuka dan aku sendiri memang tidak diperkenankan berharap si gadis bunga menjadi seorang navigator ulung yang membantuku sebagai seorang kapten pilot kehidupan atau dalam bahasa sederhana, belahan jiwa lantaran perjalanan hidupku masih akan sangat panjang sampai jenjang bekerja nanti. Bisa saja pasangan belahan jiwaku sebenarnya baru akan tampak di jenjang kuliah atau barangkali saat sudah kerja nanti. 

Bisa saja si gadis bunga masih menyambung denganku, bisa saja tidak. Lalu bagaimana bila ia tak menjadi pasanganku? Sudahlah, lebih baik aku sabar karena belahan jiwa setiap orang sudah diatur oleh Allah SWT serta jika memang si gadis bunga adalah pasanganku nanti, aku harap ia adalah belahan jiwa merangkap pasangan hidup yang bisa saling menyempurnakan seluruh kekuatan-kelemahan tanpa menuntut kesempurnaan yang justru akan melelahkan dan menghancurkan suasana. 

Semoga Allah SWT memberi yang terbaik bagi seluruh hamba-Nya di muka bumi ini, 

Buku agenda ini aku tutup lagi usai kisah lamaku ditulis dan aku segera pergi beranjak meninggalkan rumput-rumput bergoyang di bawah langit sore. 

Tertulis, kisah indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Bandung, 2 Agustus 2016
Pukul 21.59 WIB.
-Herr Aldi Van Yogya- 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi