Cukup mengagumimu (gadis bunga malam dari jauh)

Kuakui itu benar. Memang. Sudah seberapa sering aku menulis kisah tentang perasaan batinku pada si gadis bunga yang tertambat saat berada di balik kabut. Ingin kutuliskan itu lagi, tetapi mata kalian pasti akan lelah membacanya. Benar bukan? Pasti jawabnya. Maka aku ingin mencoba menuliskan lagi kisah saat bersama Stevie sang murid kesayanganku di sekolah. Kuakui kini terasa sulit menuliskan Stevie dalam lembaran cerita, sudah tak seperti dulu lagi. Namun kuanggap hal tadi sebagai sebuah jeda agar mata tak jemu membaca kisahku yang isinya itu-itu saja. Stevie lagi, Stevie lagi dan Stevie lagi sampai yang kesekian kalinya. 

Kegiatan belajar-mengajar tentu sudah selesai sejak satu jam lalu. Mata pelajaran Bahasa Jerman telah kutepikan pada murid-muridku melalui Stevie yang tampak sangat aktif bertanya mengenai materi pelajaran dalam Bahasa Jerman. Tentu saja ia seperti itu sejak pertemuan pertamaku dengannya dulu. Sambil mencangklong tas komputer jinjing aku mencekal erat segelas cokelat panas yang baru aku beli dari sebuah minimarket tak jauh dari tempatku duduk. Tak lupa sekerat roti hangat aku comot sebelum menyeruput cokelat panas dan benar dugaanku. Dia pasti datang! Paras cantik berkulit putih dengan rambut panjang terurai muncul hanya beberapa belas meter dariku. Stevie datang ke minimarket tempatku duduk seusai lelah mengajar tidak seorang diri, melainkan ia datang bersama seorang pemuda dan seorang gadis dengan usia sedikit lebih tua darinya. 

Jujur aku mencoba tak peduli dengan kehadirannya. Tetapi ini sudah kepalang basah sampai ia melirik wajahku dalam-dalam. Aku coba tatap Stevie dalam-dalam dan akhirnya ia mendekatiku sedekat-dekatnya di meja. "Herr Aldi belum pulang? Tumben jajan dulu." Seloroh Stevie begitu duduk di sebelah kananku. "Ya, bapak memang belum pulang soalnya mau jajan dulu." Aku menjawab apa adanya pada Stevie sebelum ia bertanya mengenai si gadis bunga. Pada kenyataanya ia sudah sering membicarakan si gadis bunga sejak lama terlebih ketika elegi tentang si gadis bunga telah menyeruak pada murid-muridku juga kalangan sesama guru di sekolah. Padahal awalnya itu rahasia tersendiri, lho. 

Dalam ucapan tutur-katanya, Stevie menanyakan alasan mengapa aku lebih memilih tuk mengagumi si gadis bunga dari kejauhan tanpa adanya upaya pendekatan sedikitpun. Aku mengatakan bahwa untuk mendekati dirinya dimanapun dan kapanpun selalu terhalang oleh rasa malu kepada teman-teman yang selalu mengatakan "modus" setiap kali aku melakukan kebaikan atau sekadar mendekati si gadis bunga seperti apa yang telah kutulis di atas tadi. Malu untuk mendekati si gadis bunga dan aku mirip lebah yang sungkan mendekati bunga baru tumbuh.

Lalu bagaimana dengan rasa cintaku pada si gadis bunga?

Jujur aku telah menyatakannya di depan pintu kelas pada sebuah pagi hari sebelum jam belajar dimulai. Ceritanya, saat itu aku tengah asyik memutar lagu Panah Asmara dari Chrisye tak jauh dari si gadis bunga dan lagu tadi menimbulkan godaan dari salah seorang temanku. Tak lama usai menyanyi, aku beranjak keluar kelas sambil menitipkan perasaan cintaku pada si gadis bunga sebelum aku kabur dengan perasaan senang. Tetapi suasana hatiku pada kenyataannya sangat kontras dengan Bu Ima. "Di, tolong lebih jaga perasaan dong. Ibu aja malu." Ujar beliau di luar kelas saat hatiku masih menari-nari bahagia.

Banyak momen yang membuatku sangat senang karena kehadiran si gadis bunga. Aku merasa bahagia karena bersanding dengannya saat tiba jam pelajaran yang paling tidakku sukai. Hal tersebut menjadi lebih-lebih lantaran angkatanku menyelenggarakan acara BYTA pada pertengahan April 2016. Seperti yang pernah kutuliskan sebelumnya, si gadis bunga kebagian jabatan dalam tim dekorasi sedang aku adalah satu dari tiga orang anggota tim dokumentasi yang bertugas mengabadikan proses berlangsungnya acara dari awal sampai akhir.

Pernah kutuliskan dalam cerita sebelumnya, tetapi masih segar dalam ingatan kala si gadis bunga harus jatuh sakit demam berdarah sebagai sebab ia harus dirawat di rumah sakit. Tentulah aku datang menjenguk dirinya bersama kawan-kawan dan perjalananku kali ini tak lepas dari godaan mereka. Oh iya, perlu kuutarakan reaksi si gadis bunga pada perasaan cintaku. Ia menitipkan seluruhnya pada Ali alias Abah sebelum ditepikan padaku. Darinya aku mengetahui bila si gadis bunga cukup mengapresiasi ucapanku sedang ia hanya ingin mengajakku berteman atau bersahabat lantaran berpacaran hanya akan membuat jatuh sakit bagi dirinya. Aku sambut itu dengan tangan terbuka, wahai gadis bungaku.

Sepanjang perjalanan di penghujung kelas 11 dan awal kelas 12, aku memang masih mencintai si gadis bunga walau masih sungkan mendekatinya. Tetapi, kini aku merasa cukup mengagumi dirinya si gadis bunga malam dari kejauhan sebagai penyemangatku di antara sepenggal dilema, takut dan khawatir terkait kegiatan di kelas 12. Sahabat-sahabat, inginku melepaskan dilema ini dalam waktu singkat, tetapi itu terasa amat sangat sukar...

Rumput-rumput bergoyang masih sudi menyaksikanku bercerita kepada Stevie seorang diri karena kedua kakaknya tengah asyik memilih sesuatu di dalam minimarket. Ia paham dengan apa maksud isi ceritaku kendati ia belum merasa jatuh cinta dengan satupun lawan jenis.

Terima kasih dan sampai jumpa lagi, sahabat-sahabat...

Tertulis, kisah indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Bandung, 17 Agustus 2016
Pukul 05.25 WIB
-Herr Aldi Van Yogya- 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi