Hati yang terpatahkan

 
Sumber gambar: www.metrolife234.com 

Langit senja tampak tak begitu bersahabat dengan segala apa yang ada di bawah tudungnya kala seorang guru muda tengah asyik merenungi penggalan kisah pahit di masa remajanya dahulu. Tudung langit bagai telah menghujamkan prahara kasih pada batin sang guru muda sampai-sampai ia harus merasa galau tanpa sempat tahu prahara kasih itu nyata atau tidak. Aku membaca berlembar-lembar buku agenda itu seorang diri di tepi sebuah telaga bersama hadirnya senja. Buku agenda tersebut aku cermati dengan seksama. 

Hari Senin siang menjelang waktu senja tanggal 8 Agustus 2016 atau sehari usai aku pulang dari Tepi Selat Sunda di Cilegon, Banten sana (baca: Pantai Anyer) kelas 12 IPS dihadiahi jadwal pelajaran PKN yang diajarkan oleh Bu Winda. Agendanya tak berbeda dengan minggu kemarin yang tak lain tak bukan adalah menganalisis peran sejumlah lembaga negara seperti BPK, dan lain sebagainya. Aku sangat senang menghadapi ini lantaran aku ditakdirkan satu kelompok dengan si gadis bunga, Rani, Ali alias Abah dan Akbar untuk menganalisis tugas serta peran BPK seperti yang sudah kukatakan sebelumnya.

Tanpa kuketahui apa tujuan juga sebabnya, Akbar di hari Senin kemarin tidak bisa mengikuti kegiatan belajar secara penuh karena sedang ada urusan sesuatu hal yang mesti ia selesaikan saa itu sehingga dampaknya, aku hanya belajar berempat dalam satu kelompok. Di tengah kegiatan analisis tugas, peran serta fungsi BPK ini, entah apa sebabnya si gadis bunga tampak amat sangat bersemangat menggambar di atas selembar kertas yang sama sekali tak berhubungan dengan materi PKN sambil ia dibantu Rani dan Ali.

Ketika kulihat apa isi kertas dari si gadis bunga, ternyata hanya coretan-coretan tidak jelas yang seperti menyinggung suasana hatiku. Sukar tertawa, sukar pula tuk sedih. Itulah hal yang aku rasakan di sore hari Senin terlebih lagi ketika Ali menyinggung soal hari jadiannya dengan si gadis bunga yang sangat jelas aku cintai. Pemuda berkulit putih itu memang membawa-bawa masalah cinta dengan si gadis bunga sambil bercanda, tetapi suasana hatiku telah kacau meski canda-tawa terus meletup-letup di ruang kelas.

Bahkan sampai bel pulang berderingpun aku masih merasakan kebimbangan dalam bathin karena celotehan tentang ditikungnya si gadis bunga. Kala berjalan menuju gerbang, secara bersamaan si gadis bunga tepat berdiri di sebelahku dan aku sempatkan tuk menge-tos telapak tangan. Lalu begitu si gadis bunga lenyap dari pandangan, Ali masih menyinggung tentang penikungan si gadis bunga seraya aku mendendangkan sepenggal lirik lagu "Kukatakan dengan indah" karya Noah belasan tahun silam. "Tapi yang soal ane jadian sama si gadis bunga emang bener di." "Udah di, jangan galau-galau teruslah." Aku masih belum bisa menerima kenyataan itu, Abah...

Hari Senin Sore akhirnya aku habiskan dengan segenap kegalauan berbalut kebimbangan yang diawali dari sekolah, berusaha ditenangkan di Masjid Asy-Syifa (tak jauh dari sekolah) sampai malam hari.

                                                                    ***************

Dalam kenyataannya Guru Bahasa Inggris kami belum bisa datang di hari Selasa pagi pada minggu ketiga masa sekolah di tahun ajaran baru lantaran beliau masih harus mengikuti acara pelatihan guru sejak minggu lalu. Imbasnya, kami ber-15 harus menjawab puluhan soal ujian IELTS sebagai bagian dari mata pelajaran Bahasa Inggris selama dua jam di Hari Selasa pagi. Masih soal si gadis bunga, Ali memperlihatkan fotonya bersama sang kekasih di telepon seluler demi menenangkanku dari serangkaian galau. Alhasil, aku menjadi lebih tenang lantaran bisa tersenyum kembali sebab aku masih bisa merasa jatuh cinta dengan si gadis bunga.

Tidak hanya Ali, Febi turut menyinggung rasa sukaku pada si gadis bunga saat di kelas. Ia mengatakan si gadis bunga tak suka dengan namaku, juga pada warna pakaianku. Zahnur tak mau ketinggalan menyinggung rasa sukaku tetapi ia membawa bahasa yang lebih politis sambil berucap bila si gadis bunga lebih memilih Prabowo ketimbang Presiden Jokowi. Bebas deh, jatuh cinta enggak kenal yang namanya pilihan politik. Ujarku dalam hati kala itu.

Sungguh, tanpa terasa jam terakhir telah sampai namun kali ini dihabiskan dengan mendalami ilmu Akuntansi dalam pelajaran Ekonomi. Mendalami ini memang sangat membosankan bagiku lantaran Akuntansi memang ilmu yang sangat berat, demikian kata Bu Saski sang guru. Hati dan semangatku tambah patah kala mengetahui esok hari akan dilaksanakan latihan soal akuntansi. Mau tidak mau, aku harus belajar materi akuntansi sedikit demi sedikit seraya merasa galau sekaligus resah di sore hari.

                                                                     ****************

Mengapa hatiku menjadi sangat terpatahkan? Apa penyebab semangatku turut terpatahkan pula? Untuk apa aku mesti kalut seorang diri?

Pertanyaan-pertanyaan di atas menggelayuti kepalaku bagai menyindir terus-terusan. Saat ini aku memang masih SMA dengan arti perjalanan hidup masih akan sangat panjang. Gadis yang aku cintai sekarang belum tentu menjadi belahan jiwaku nanti. Bisa saja aku mendapatkan belahan jiwa lain di lain waktu, begitu juga dengan si gadis bunga.

Biar ekspektasi bersama, biar realita menjawab. Semoga Allah SWT memberi yang terbaik bagiku. Amin YRA...

Bandung, 10 Agustus 2016
Pukul 18.37 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi