Mencari tawamu

 

Kota Baru Parahyangan, Bandung ketika siang diinterupsi hujan. 

Selayang pandangku menghujam pemandangan berupa hamparan padang rumput luas di sekeliling kelas yang siang ini telah diinterupsi oleh rintik hujan pencipta riak air di permukaaan tanah. Hujan kini selalu datang secara sukarela tanpa pernah mengenal waktu yang tepat sedang aku masih sibuk memutar memori ratusan derajat menuju serangkai kenangan di masa remaja dulu dan saat aku masih berupaya mengingat memori itu, sesosok gadis cantik menyeret telapak kurusnya melewati daun pintu kelas demi menyambangi ragaku. Kulihat dan kudengar sekali lagi, gadis berparas ayu tersebut memecahkan kehenyapan kelas siang hari ini. 

Tak sungkan sambil mencomot selembar foto di meja kerjaku ia menanyakan sesuatu, "Herr Aldi, masih ngefans sama Presiden Jokowi juga Gloria si Paskibraka?" Aku memutar tulang punggung ratusan derajat menghadap parasnya. "Ehm, iya bener banget Stev, waktu masih remaja dulu bapak ngefans sama mereka berdua. Terlebih lagi Gloria gara-gara dia punya muka cantik sekaligus eksotis." Jawaban jujurku sekilas menerbitkan senyum di paras Stevie yang aku terjemahkan sebagai arti ia ingin menggodaku. Aku menanti jawaban darinya dan sudah kuduga itu benar. Ia menggodaku dengan cara bertanya apakah aku akan memilih Gloria atau Si gadis bunga. Tentulah hal ini sangat sukar dijawab hingga aku memutuskan tuk bercerita tentang momenku mencari tawa di penghujung Bulan September. 

Stevie merajuk-rajuk tubuhku kala tahu aku akan bercerita. Dirinya masih belum puas mendengar jawaban dariku. Tetapi bagaimanapun juga karena gairah berceritaku telah menyala-nyala, aku tetap teruskan cerita sampai akhir. 

                                                                          *****

Pekan Olahraga Nasional XIX 2016. Penggalan kalimat yang terdiri dari lima kata tersebut rajin berdengung-dengung di telinga masyarakat tanah legenda Jawa Barat hampir sepanjang pertengahan tahun monyet api ini karena PON, demikian panggilan akrab Rakyat Jabar merupakan sebuah event tersebar yang pernah ada dan diselenggarakan selama empat tahun sekali di penjuru tanah air. Tahun 2016 Jawa Barat mengantongi giliran untuk menyandang status sebagai tuan rumah penyelenggara PON terhitung sejak tanggal 17-29 September 2016 atau hanya berjarak satu bulan dari upacara Proklamasi HUT RI ke-71 di Istana Presiden. Pastilah akan sangat banyak atlet dari segala penjuru tanah air berdatangan menyerbu Tatar Parahyangan selama dua pekan terakhir di Bulan September.

Mendengar tim Pasukan Pengibar Bendera Pusaka alias Paskibraka Jawa Barat akan turut bertugas dalam sesi pembukaan juga penutupan PON, daun telingaku berdiri tegak bagai tersengat arus listrik yang diberi nama "Gloria Watt" ketika mengetahui dara blasteran Indonesia-Perancis ini akan ikut menunaikan tugas mengibarkan bendera berlogo acara PON. Maka oleh karenanya, aku telah memasang target di tanggal 17 September untuk dapat melihat gerak-gerik Gloria mengibarkan bendera. Namun kendati aku telah memasang target, rupanya aku tetap tak dapat menampak garis wajah Gloria lantaran sorot mata aku alihkan pada kelucuan ulah-tingkah grup lawak Warkop DKI Reborn di layar lebar bioskop dan film reinkarnasi kelompok komedi milik Dono-Kasino-Indro memang amat sangat menghibur. 

Lalu bagaimana dengan seremoni pembukaan PON? Aku tetap bisa menjumpainya kendati hanya di ekor berbarengan dengan pidato pembukaan dari Presiden Joko Widodo sang pemakai ikat kepala khas Sunda. Alhasil dengan demikian, aku menjadi keranjingan mencari banyak informasi mengenai sosok Gloria di dunia maya sambil terus menguatkan dukungan pada Presiden Joko Widodo. 

Penghujung bulan September pun tiba. Dengan tidak sabar aku meratapi layar kaca televisi tatkala seremonial penutupan PON berlangsung seraya mengantar tuan rumah Jawa Barat menyandang status "juara umum." Berbeda dengan upacara pembukaan, upacara penutupan kali ini dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana sambutan hasil penyampaian pria 74 tahun tersebut sampai seluruh anggota tim Paskibraka Jabar datang mengawal derap langkah gagah para atlet di tanah lapangan Stadion GBLA Gedebage. Disinilah aku mulai mengerahkan upaya menangkap bayangan garis wajah Gloria dan sukar pun aku rasakan termasuk sampai bendera diturunkan oleh tiga orang anggota Paskibraka persis upacara 17-an dulu. 

Beberapa saat kemudian... 

Bendera PON diserahkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan kepada Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai penanda Papua akan bersiap menyandang status tuan rumah PON XX 2020 di negeri mutiara hitam. Rupanya langkah Bendera PON tak hanya berhenti di tangan Lukas Enembe lantaran pria bertubuh tambun dengan kulit gelap tersebut langsung memberikannya pada seorang gadis remaja berpakaian seragam Paskibraka Jabar di sebelahnya: Gloria Natapradja Hamel. Ia menyeret derap langkah kakinya dengan mantap mengucap selamat tinggal pada lapangan. Maka oleh karenanya, misiku menangkap bayang-bayang garis wajah Gloria telah berhasil tertunaikan. 

Hari Jumat yang selalu dinanti setiap saat akhirnya tiba. Jam pelajaran olahraga pada hari terakhir di bulan kesembilan aku habiskan sambil bermain sepak bola di sebuah lapangan sedang tidak jauh dari sekolah tetapi persis di sebelah sarana olahraga bekas perhelatan PON. Aku menyepak bola dari satu sudut ke sudut lain bersama para laki-laki muda juga Pak Zamzam, guru olahraga di sekolah dan meski aku telah mencoba memasang raut wajah ceria, tetapi cuaca di langit justru semakin mendung akan awan kelabu pengundang rintik hujan. Di momen inilah aku teringat pada bayang-bayang sejumlah orang termasuk beragam peristiwa indah yang telah berlalu laksana ditiup angin siang. Aku menemukan secarik kesimpulan di momen tersebut: mencari tawa. Banyak wajah yang aku ingat termasuk Gloria. Kulum senyum manisnya aku artikan sebagai tawa yang terpendam. 

Langit kelabu akhirnya menurunkan hujan juga. Sebagai akibat dari kedatangan rintik hujan, aku harus menanti di ujung lapangan bersama teman laki-laki selama kurang-lebih setengah jam sebelum berjalan menembus hujan ke sekolah. 

                                                                       
                                                                         *****

Cerita hari ini belum berakhir saat aku berhenti menepikannya pada Stevie. Usai aku beres bercerita dan hendak menarik kesimpulan, Stevie malah justru ingin bercerita tentang penggalan kisah masa kecilnya di Jerman tanah tempat serdadu panser berdiri gagah serta mendengar ia menepikan keinginannya, aku sangat bersemangat menerimanya. Kuakui tak lengkap memang, karena dirinya hanya akan menceritakan perjalanan pulang ke tanah air usai tinggal di sana bersama keluarganya. 

Gadis cantik tersebut sudah lupa di hari apa ia mengucap "Auf Wiedersehen" atau sampai jumpa pada tanah Jerman. Tetapi yang jelas, pagi-pagi di pertengahan tahun 2014 ia sudah beranjak pergi meninggalkan rumahnya di Düsseldorf menuju Bandara Internasional Frankfurt Am Main bersama keluarganya dengan diantar teman-teman semasa tinggal di Jerman. Menurut pengakuannya, ia harus menempuh tiga jam perjalanan darat dengan menunggangi mobil menyusuri jalanan tanah Jerman sambil melihat hamparan padang rumput untuk yang terakhir kalinya. Stevie kecil hanya bisa mengumandangkan celotehan-celotehan pendek menghadapi perpisahannya dengan Tanah Jerman. 

Begitu tiba di pelataran Bandara Frankfurt, Stevie masih belum lepas dari gendongan ibunya sampai ke meja check-in milik maskapai penerbangan Singapore Airlines. Dalam ingatan Stevie, antrian check-in Singapore Airlines hari itu mengular cukup panjang penyebab waktu lama untuk mengantri sebelum mendapat giliran. "Penerbangan anda sekeluarga bersama maskapai asal negeri singa bersama gadis kecil yang lucu dalam gendongan anda akan berlangsung sangat menyenangkan. Terima kasih telah memilih Singapore Airlines." Ucapan petugas penjaga loket check-in dengan tubuh tinggi menjulang tadi membuat Stevie tersenyum malu-malu sambil ia menanti keberangkatan selama hampir tiga jam.

Sinar matahari siang merambat masuk menembus lapisan kaca jendela pesawat Singapore Airlines Airbus A380-800 hanya sesaat seusai lepas landas meninggalkan Bandara Frankfurt. Mata kecil Stevie hanya bisa menatap daratan pemberi berjuta-juta kisah masa kecil nan indah di bawah sana seiring dengan berputarnya film kehidupan dalam benaknya. Meski telah melesat jauh ke langit, Stevie takkan pernah bisa melupakan seluruh cerita sepanjang masa kecilnya di Jerman empat tahun belakangan ini.

Aku selalu mencari tawa Stevie di setiap sudut kelas. Stevie selalu mencari tawaku di bawah tudung langit pagi sedangkan Stevie tak pernah kenyang mencari tawa kecilnya di Jerman begitu dengan Jerman si pencari tawa kecil seorang gadis. Aku pun turut selalu mencari tawamu, Gloria...

                                                                        *****

Hujan di luar semakin kencang menerpa isi payung langit yang membuatku bisu sejenak usai mempertemukan cerita dengan ujungnya. Bayang-bayang anganku selalu berupaya mengingat senyum berbalut tawa orang-orang yang mendekatiku sepanjang hidup belakangan ini. Sungguh, aku telah berguru tanpa henti demi mengenali ragam manusia di muka bumi bahkan sampai bagian ini aku akhiri, rupanya aku baru tersadar jika Stevie tidak hanya berdua denganku melainkan murid-murid lain sudah sampai di sekitarku. Kutatap wajah mereka dalam-dalam, dan kutemukan tawa kecil dalam ruang hatinya sebagaimana hasil pencarianku setiap kali fajar menyapa para isi tudung langit.

Terima kasih telah memberi tawa yang indah, sahabat-sahabat...

Tertulis, kisah indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Bandung, 1 Oktober 2016
Pukul 07.42 WIB
- Herr Aldi Van Yogya -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi