Bersamamu di balik hujan berbalut awan

 
Sumber gambar: www.wallpapersxl.com

Bandara Chek Lap Kok, Hong Kong, kala matahari akan segera terbenam. 


Dalam sekejap kenangan-kenangan pahit itu menjalar cepat kepada bayang-bayang anganku seorang diri di pelataran area kedatangan Bandara Chek Lap Kok. Aku, tak lain tak bukan adalah seorang guru muda asal Indonesia yang secara sengaja datang dari Frankfurt, Jerman melalui Pesawat Lufthansa LH 796 ke Hong Kong. Bukan tanpa alasan aku daulat Hong Kong ke dalam latar ceritaku sebab bila dihitung-hitung lagi, Eropa sudah sering aku tuliskan dalam lembaran-lembaran ceritaku ini. Waktu favoritku tetap penggalan senja nan singkat demikian pula dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini. 

Cukup 45 menit berlalu usai pesawat Airbus A380-800 tadi menepikan seluruh raganya di terminal kedatangan, senandung indah Nazril Irham a.k.a Ariel dalam album "Hari yang Cerah" secara terus-terusan menggaung di kedua telingaku terlebih kala aku memutarkan lagu "Di balik awan" berulang-ulang dengan sebab aku tengah teringat akan kenangan-kenangan pahit bersama kesukaran pada masa remajaku dulu. Kukatakan, masa remaja (baca: Masa SMA) telah berhasil mendedikasikan status sebagai masa terindah selama nafas berhembus di atas langkah dalam fase kehidupan dunia. Aku rasa itu amat sangat benar kendati aku harus digempur oleh beragam jenis ulangan harian ditambah dengan tugas sekolah. Hal tersebut terjadi usai aku menempuh masa belajar selama sebulan pertama di bangku Kelas 12. 

Penerbangan jauh dari Eropa ke Asia sudah pasti mengundang rasa jet lag hebat kepada para penunggang raksasa langit dan aku tak luput dari jet lag seraya kumemikirkan lagi masa-masa sukarku dulu. Mengapa Allah SWT mesti menukar masa-masa indah dengan masa sukar? Apa itu sengaja agar aku bisa mengingat nama-Nya dengan baik? Barangkali, tetapi aku tidak tahu jawaban yang pasti. Kubiarkan senandung Ariel bersama Noah menggaung di daun telingaku seraya aku membuka lembaran-lembaran buku agenda kesayanganku lagi. 


                                                                    ****************

Ku tak selalu berdiri
Terkadang hidup memilukan
Jalan yang kulalui
Untuk sekadar bercerita

Bait pertama sengaja ditanggalkan karena ia ditulis dengan akhir yang menggantung lantaran aku ingin menggambarkan dinamika kehidupanku selama ini. Dulu, aku sangat gemar membayangkan kehadiran Stevie sebagai murid kesayanganku dan tak puas kupendam dalam-dalam di antara bayang-bayang angan, aku menyimpulkan untuk segera menciptakan akun blog sendiri seperti saat ini. Hampir setahun berlalu, aku pernah mencoba menciptakan akun tulisan-tulisan kisah dalam situs "Wordpress," tetapi karena aku tidak tahu-menahu cara menampilkan tulisan versi final maka akun Wordpress-ku tidak bertahan lama. Maka oleh karenanya aku ganti Wordpress dengan tulisan dalam blog favoritku sekarang. 

Satu hal yang perlu kalian ketahui, aku tulis blog ini kala masa reses di penghujung tahun 2015 dengan suasana realita berdiri jauh dari ekspektasi. Seharusnya aku bisa bepergian jauh di tengah masa reses, tetapi realita rupanya telah mengurung adikku selama berminggu-minggu dengan penyakit cacar air yang dideritanya. Terang saja aku menerima realita ini dengan setengah hati, tetapi untuk beberapa kali beberapa butir pertanyaan menggantung di dalam benakku. Pengalaman libur panjang selama tahun 2015 tak menelurkan kesan apapun padaku selain perjalanan jauh ke Dieng dan itu meninggalkan kesan mendalam untukku walau sempat melenceng belasan atau barangkali puluhan derajat dari ekspektasi. Cukup kesan mendalam tersampaikan melalui Dieng sedang perjalanan jauh lainnya tak menanamkan kesan mendalam di ruang hatiku. 

Lupakan soal Dieng, aku menuliskan kisahku bersama Stevie dalam akun blog sebagai gambaran awal milik profesi impianku, Guru Bahasa Jerman. Profesi itu aku pilih dengan kilahan diriku mengagumi warna-warni dinamika masa remaja serta peluang besar bagi seorang guru agar dapat selalu merasakan keindahan masa remaja setiap hari tanpa pernah mengenal makna kata "usia tua" atau "lanjut usia" pada jiwa-ragaku secara keseluruhan. Oleh karenanya, aku lampiaskan seluruh anganku tentang kisah bersama Stevie sesering mungkin sebagai motivasi aku bisa menggapai impian besarku tersebut dalam jangka waktu lima tahun ke depan. 

Aku sudah menulis banyak cerita pada awal tahun 2016, mau itu tentang masa indah maupun masa sukar yang kutepikan pada Stevie serta sebagai refleksi, kata-kata macam rumput yang bergoyang, Burung-burung Manyar, gadis 13 tahun dan lain sebagainya telah kukenakan dalam serangkaian kisah seorang Guru Bahasa Jerman. Sulit kutolak kehadiran sejumlah gadis selain Stevie demi melengkapi ceritaku, termasuk si gadis bunga. 

Aku pasti tak selalu berdiri lantaran terkadang hidup memang pilu di kala jalan yang kita lalu hanya sebatas cerita belaka. 

                                                                  ****************

Pegang tanganku ini
Dan rasakan yang kuderita
Genggam tanganku ini
Genggam perihnya kehidupan

Apa yang kuberikan
Tak pernah jadi kehidupan
Semua yang kuinginkan
Menjauh dari kehidupan

Oleh karena penderitaanlah seseorang menginginkan agar orang lain di sekitarnya sudi mengulurkan tangan demi menyentuh dalam-dalam rasa apa yang ia derita seiring dengan perihnya kehidupan dalam genggaman tangan. Tapi tunggu dulu, ini masih akan menggantung sebab aku masih harus mencari jawaban terangnya di ujung sana dan sambil aku terus berjalan seorang diri melewati rasa bimbang penuh makna, aku ingin saling ulur lengan demi mengetahui deritanya. Hal tadi tentu sudah minimal sebelum merasakan lagi sepenuhnya. Bila menengok ke lain sisi, apa yang sudah kuberikan dahulu tak pernah menjelma jadi guratan-guratan kehidupan kala semua yang aku ingin justru pergi menjauh dari kehidupan. 

Impian pun bisa saja tak pernah menjelma jadi kehidupan. Tapi, aku rasa "belum pernah menjelma jadi kehidupan" lebih tepat dituturkan lantaran dalam kurun waktu ini aku sedang dalam tahapan proses pembelajaran diiringi doa bersama upaya lebih-lebih sebelum impian menjelma jadi kehidupan tanpa aku tahu secara pasti dan meski demikian, aku tetap terus berjalan melintasi realita dalam ekspektasi sambil terus mengenal beraneka ragam manusia, enggan kenyang berguru pada terkembangnya alam serta terus berupaya maksimal dalam memahami tanda-tanda yang bertebaran di bawah payung langit Bumi. 

                                                                   ****************

Tempatku melihat di balik awan
Tempatku melihat di balik hujan
Tempatku terdiam tempat bertahan
Aku terdiam di balik hujan

Inilah filosofi paling sukar yang pernah aku jumpai selama hidup di muka bumi. Dua bait ucapan filosofis di atas tadi berhasil aku gali artinya sedang bait ucapan filosofis terakhir ini sangat sukar kusingkap maknanya, seperti ucapan tutur-kataku. Aku butuh waktu lebih lama agar bisa berpikir jernih tentang makna ucapan filosofis ini dengan tidak adanya celah bagiku agar menelan mentah-mentah. Hah, menelan mentah-mentah? Barangkali sangat aneh bagi hal seperti ini. Upaya menggali arti syair filosofis dalam hakikatnya bergantung kuat pada buah pemikiran masing-masing diri manusia, tak perlu bukti kuat bagai menelusuri celah-celah rangkaian sejarah di muka bumi.

Kubiarkan jiwaku terbenam dalam keramaian Bandara Chek Lap Kok kala ragaku terlihat kasat mata.

Oh, inilah makna bait filosofis terakhir yang aku dapat di antara hingar-bingar manusia pengunjung pintu gerbang utama Hong Kong. Inginku melihat semua kenangan manis tepat di balik awan bersama hujan sambil menuntun jiwa tenang milikku. Kenangan sukar dengan biji pil pahit biarlah terlupakan selamanya ketika aku harus mendiamkan jiwa-raga pada tempat bertahan di balik rintik hujan si air mata langit kelabu luas. Biarlah matahari si senyuman langit luas mengambil waktu istirahatnya lalu aku tetap dibenamkan pada jiwa tenang di balik awan juga rintik hujan. Kunikmati semua itu hingga pada suatu titik, keheningan jiwaku harus tercerabut lepas begitu pula batinku lantaran suara seorang gadis menghoyaknya habis. Aku seperti mengenal suara gadis remaja itu. 


                                                                   ****************

"Eh, cepet dong. Di luar mama udah nungguin bareng Pak Abang cs di luar. Barusan pesawatku sama Pak Abang cs delay dari Indonesia terus makanya jadi lama. Herr Aldi kapan nyampe Hong Kong?" Aku tersadar penuh ketika Stevie menyapa. "Oh iya Stev, barusan bapak nyampe di Hong Kong jam 15.15 waktu sini. Sebelum kamu datang, bapak tadi keingatan kenangan pahit pas SMA dulu. Asalnya nyebelin banget, tapi setelah kenangan pahit itu lewat ujung-ujungnya jadi cerita buat kamu juga semua orang." Baru saat ini lagi aku berterus terang dengan panjang lebar pada Stevie setelah lama dirinya tak muncul di cerita ini. Aku hela nafas sejenak lalu melangkah keluar dengan diiringi Stevie meninggalkan ruang tunggu kedatangan.

Beberapa ratus meter di depan restoran siap saji itu aku lihat salah seorang wanita hampir paruh baya berbincang akrab bersama sejumlah anak muda seusiaku. Tak salah lagi, wanita hampir paruh baya tersebut adalah Ibunda Stevie tercinta yang dengan ramah sekaligus tangan hangat terbuka beliau menerimaku bagai menyambut anak bujangnya sendiri kala Stevie hanya tertawa kecil menyaksikan pemandangan unik di depan batang hidungnya sampai aku hampir lupa menyapa Si gadis bunga, Gloria, Maureen, Abang, Akbar, Ariq juga Ragil. Hanya kupancing bertubi-tubi canda-tawa pada sebuah pertemuan unik di Hong Kong ini lengkap dengan guratan senyum manis dengan paras cantik Si gadis bunga, Gloria, Maureen dan Stevie. Merekalah empat gadis paling menawan dalam hidupku, khususnya Stevie. Aku hanya bisa bersyukur ia lahir dengan takdir berupa senyum manis mirip sang ibu. Akupun turut begitu, lahir dengan takdir berupa kemiripan sumbu lentera jiwa seperti ibuku tercinta. Ibuku dan Ibunda Stevie, dua wanita paruh baya terkuat, tersabar sekaligus tercantik sebelum Si gadis bunga hadir bersama Gloria, Stevie dan Maureen dengan senyum indah dalam paras cantiknya. 

Cukup akhir kata, Bandara Chek Lap Kok aku tepikan ucapan "Selamat tinggal" walau seharusnya aku tepikan padanya ucapan "sampai jumpa." Hingar-bingar Kota Hong Kong menelanku bersama orang-orang terdekat di sebelahku tadi. Aku tak bisa memilih siapa teman dekat, pasangan, warna-warni perjalanan masa remaja sampai masa kecilku silam, tepat saatku bersamamu di balik hujan berbalut awan.

Sampai jumpa lagi, kawan-kawanku tercinta...

Tertulis, kisah indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Bandung, 2 September 2016
Pukul 20.36 WIB
-Herr Aldi Van Yogya- 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi