Aku, Gus Dur dan serdadu burung-burung Manyar

Aku memang tidak bisa melihat apa pun di balik awan dan hanya bisa terdiam tepat di balik hujan, atau di bawah hujan lebih tepatnya. Sebuah buku tentang salah satu dari tujuh Presiden Indonesia baru saja selesai aku baca. Siapakah beliau? Jawabannya tentu saja Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Beliau merupakan presiden keempat yang menjabat sejak tahun 1999 hingga 2001. Singkat memang, namun Gus Dur selalu dikenang akan pluralisme dan toleransi sepanjang masa kepresidenannya. Kini, bertahun-tahun setelah beliau pergi untuk selamanya, koloni burung-burung Manyar hinggap di sarangnya dan bertanya kepadaku tentang siapa sosok Gus Dur seraya membuyarkan lamunanku di balik kaca jendela. 

Koloni burung-burung Manyar itu sudah jelas murid-muridku di sekolah. Sebagian dari mereka kini ikut mendalami ilmu Bahasa Jerman bersamaku, sedangkan sebagian lagi tidak ikut mendalami ilmu Bahasa Jerman. "Herr, kalo presiden yang suka toleransi-pluralisme itu betul Gus Dur kan?" Hanum dan Chelsea bertanya tepat di hadapanku. "Betul Gus Dur. Imlek jadi hari libur nasional waktu Gus Dur masih jadi presiden awal tahun 2001. Terus setengah tahun berselang, Gus Dur digantiin sama Megawati." Hanum dan Chelsea mengangguk bersamaan. 

"Herr, ingat enggak era Presiden Gus Dur tuh gimana rasanya? Ceritain dong..." Untuk remaja berusia 12 tahun, pertanyaan ini terasa terlalu polos. Namun aku hanya menjawab singkat sambil tersenyum, "Waktu Gus Dur jadi presiden, bapak masih kecil. Ada dari bayi umur empat bulan sampai umur dua tahun." Tidak puas dengan jawabanku itu, kini mereka memintaku untuk menceritakan tentang masa jabatan Presiden Gus Dur selama dua tahun bagaikan serdadu Burung Manyar yang ingin tahu suasana langit dari komandannya. Dari tatapanku, Stevie tampak yang paling serius memandang diriku. 

Aku menghela nafas dan mulai menceritakannya dari awal sampai akhir...

Bulan Oktober 1999, MPR-RI mengadakan sidang yang memiliki agenda untuk meminta laporan pertanggungjawaban dari Presiden ke-3 BJ. Habibie. Ketika itu, Habibie berpeluang untuk kembali menjadi presiden bila LPJ-nya diterima, Namun andai kata LPJ Habibie ditolak, maka ia tak akan kembali menjadi presiden. Alhasil, MPR menolak LPJ Habibie dan masing-masing koalisi di parlemen langsung mengusung Gus Dur dan Megawati sebagai calon presiden untuk periode berikutnya. "Belum ada calon wakil presiden ya herr?" Stevie memotong di tengah. "Tahun 1999 calon presiden yang maju belum sama calon wakilnya. Dulu, calon presiden yang kalah langsung jadi wakil presiden." Ujarku singkat sebelum kembali melanjutkan cerita. 

Lebih dari satu tahun setelah reformasi, sistem pemilihan kepala negara masih dilakukan melalui sistem voting di parlemen, belum dilaksanakan secara langsung seperti sekarang. Tanggal 20 Oktober 1999, Gus Dur dapat 373 suara dan secara resmi dinyatakan terpilih sebagai Presiden RI ke-4 disusul oleh Megawati dengan 313 suara. Sehari usai Gus Dur membaca sumpah jabatan presiden, Megawati pun membaca sumpah jabatan wakil presiden. Demi menunjang tugas kepresidenannya, Gus Dur memiliki Kabinet Persatuan Nasional dan pada November 1999, Gus Dur pergi mengembara ke negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait dan Yordania dilanjutkan dengan perjalanan ke Tiongkok pada Desember 1999. Setelah satu bulan menjadi Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin), Hamzah Haz memutuskan untuk mundur pada November. Oh iya, di awal masa jabatan, Gus Dur langsung membubarkan Departemen Penerangan si senjata utama Presiden Soeharto untuk menguasai media dan Departemen Sosial yang korup. 

Gus Dur memiliki keinginan untuk mereferendum Aceh, namun bukan referendum seperti Timor-Timur sekaligus pendekatan terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personil tentara. Di penghujung bulan Desember, Gus Dur pergi berkunjung ke Jayapura sambil meyakinkan pemimpin Papua untuk mengganti nama Irian Jaya. 

Selanjutnya pada bulan Januari 2000, Gus Dur berkelana ke Swiss untuk mengikuti Forum Ekonomi Dunia sekaligus Arab Saudi ketika pulang. Bulan Februari, Gus Dur pergi berkelana ke beberapa negara di Eropa dan beberapa negara Asia. Sedangkan pada Bulan Juni, ia kembali berkelana ke negara yang memperpanjang daftar kunjungannya. Sepulang dari Eropa, Gus Dur meminta Wiranto untuk mundur sebagai Menkopolhukam sekaligus memberhentikan Menperindag Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi dengan alasan telah melakukan tindak pidana korupsi meski tidak ada bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan PDI-P. 

Menjelang Pertengahan Tahun 2000, Gus Dur membuat beberapa kebijakan seperti negosiasi dan   penandatanganan nota kesepahaman GAM hingga awal 2001. Ia mencoba membuka hubungan dengan Israel yang sontak mengundang kemarahan. Hal ini diungkapkan oleh Dubes Palestina untuk Indonesia saat itu Ribbhi Awad dan Menlu RI saat itu Alwi Shihab meminta Dubes Palestina diganti.  
Meskipun terdapat beberapa hal yang mengganggu pemerintahan Gus Dur, namun popularitasnya masih tinggi pada Sidang Umum MPR tahun 2000. Mayoritas Anggota MPR menerima isi pidato Presiden Gus Dur yang menyatakan kelemahannya sebagai seorang pemimpin dan akan mewakilkan sebagian tugas. Megawati diusulkan untuk menerimanya sekaligus hal ini menjadi TAP MPR. Namun keputusan presiden dianggap sudah cukup. 

Pada September, Gus Dur memberlakukan status darurat Militer di Maluku karena situasi yang semakin memburuk seraya ia memperbolehkan bendera bintang kejora berkibar di bawah bendera merah putih dan ia dikritik oleh Megawati serta Akbar Tanjung. Menjelang natal 2000, terjadi pengemboman sejumlah gereja di Jakarta. Akhir 2000, semakin banyak elit politik merasa kecewa dengan Gus Dur, termasuk Amien Rais yang berusaha menyakinkan Megawati untuk merenggangkan otot politik dengan Gus Dur. Penghujung November 2000, 151 anggota DPR menandatangani petisi pelengseran Gus Dur. 

Januari 2001, Gus Dur menetapkan Imlek sebagai libur nasional sekaligus pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Ia juga pergi ke Arab Saudi untuk berhaji dan Afrika Utara. Ketika bertemu dengan rektor berbagai universitas di Indonesia pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan Indonesia masuk ke dalam anarkisme dan hal tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Menjelang akhir kekuasaannya, Gus Dur semakin sering me-reshuffle kabinet hingga akhirnya, Amien Rais memutuskan untuk mengadakan sidang istimewa pada 23 Juli 2001, maju dari jadwal semula pada 1 Agustus. 

Presiden Gus Dur sendiri mulai merasa putus asa dan meminta Menkopolhukam Susilo Bambang Yudhoyono untuk menetapkan situasi darurat. Namun SBY menolak dan Gus Dur memberhentikannya. Guna melawan penyelenggaraan sidang istimewa, Gus Dur menelurkan tiga buah dekrit pada dini hari tanggal 23 Juli 2001 pukul 01.10 WIB yang diantaranya berbunyi:

1. Pembubaran MPR-DPR,
2. Pembekuan Partai Golkar,
3. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mempercepat pemilu dalam waktu setahun. 

Ketiga butir isi dekrit tersebut jelas tidak memperoleh dukungan parlemen. Di hari yang sama, secara resmi MPR memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5. Meski demikian, Gus Dur tetap bersikukuh menyatakan dirinya masih menjadi presiden sambil bertahan di istana beberapa hari. Namun, kemudian Gus Dur pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan. 

"Mantap ceritanya herr... Udah kayak sejarawan ulung ini mah..." Lagi-lagi Chelsea dan Hanum yang memujiku untuk pertama kalinya setelah mereka mendengarkan kisah Gus Dur tanpa berkedip sekalipun. "Ada bakat jadi guru sejarah. Kenapa herr enggak jadi guru sejarah aja?" Ujar Ferdi. "Makasih buat Chelsea sama Hanum. Buat Ferdi, hmmm sebenarnya sih bisa juga tapi karena sejak SMA bapak suka Bahasa Jerman, jadi bapak sekarang ngajar Bahasa Jerman." 

Stevie tampak kegirangan melihatku dapat menceritakan perjalanan masa jabatan Presiden Gus Dur dan seperti biasa, suaranya selalu terdengar seperti kicauan burung Manyar. "Stev, stev... Kamu itu murid yang paling beda dari yang lain. Setiap kali kamu bicara, suara kamu pasti kayak burung Manyar yang lagi berkicau." Batinku dalam hati, 

Tak lama berselang, koloni burung-burung Manyar kembali terbang meninggalkanku seorang diri di kelas tanpa tahu tujuan mereka terbang. Namun, aku hanya ingin mereka kembali merasa bahagia saat terbang usai menjawab rasa penasarannya.

Sampai jumpa lagi di lain waktu, serdadu burung-burung Manyar...

Tertulis, kata-kata indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Sabtu, 9 Januari 2016
Pukul 21.18 WIB.
Sumber foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid, 
                                                          www.mediaronggolawe.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi