Filosofi Awan Pagi

Penggalan kisah ini bermula ketika seorang guru muda melangkahkan kaki dan mendudukan tubuhnya di kursi milik gerbong kereta light rapid transit alias LRT. Setengah tahun menjalani hari-hari sebagai seorang guru bahasa Jerman, ini adalah kali pertama kalinya sang guru muda tersebut pergi menggunakan Kereta LRT dari rumahnya di dekat Jalan Dago ke Padalarang, tepat dirinya mengajar. Namun, kali ini bukan Kereta LRT-nya yang akan diceritakan. Melainkan sepenggal kisah mengenai filosofi awan pagi.
Usai fajar menyingsing, aku terduduk di dalam salah satu gerbong kereta LRT bersama banyak orang di sekitarku meskipun diriku tak mengenal siapa mereka. Kereta bergerak perlahan, meninggalkan halte pemberhentian dan berlari menembus batasan geografis dan administratif Kota Bandung. Sesekali, aku mengarahkan pandangan pada jendela kereta dan melihat suasana Kota Kembang Bandung di luar sana. Ribuan bahkan jutaan kendaraan berlalu-lalang melintasi jalanan sambil sesekali membunyikan klakson. Aku pun hanya tersenyum melihat pemandangan klasik tersebut.
Lebih dari sepuluh menit berlari di atas rel, kereta LRT berhenti tepat di sebuah halte. Sebagian penumpang mengakhiri perjalanannya di sini, sebagian tetap bertahan demi melanjutkan perjalanan sampai ke tujuan kahir, dan sebagian lagi mengawali perjalanan sebagai penumpang baru. Aku hanya sanggup melamun memandangi apa yang di depan mata. Akan tetapi, lamunanku harus buyar tatkala melihat seorang gadis masuk gerbong paling terakhir kurang dari lima menit sebelum kereta LRT kembali melanjutkan perjalannya.
Tampaknya ia berusaha mencari tempat duduk di sepanjang gerbong dan tak lama berselang, ia mengambil keputusan untuk duduk tepat di sebelahku. Menanggapi ini, aku hanya sumringah sendiri sampai ia mengawali percakapan denganku. "Guten morgen herr und wie geht es ihnen?" (Selamat pagi herr dan apa kabar?) Suara indahnya menyapa diriku. Siapapun yang berbicara dengan Stevie, pasti akan merasa enggan untuk berpaling bila mendengar suara indahnya. "Ach ja, morgen Stevie und es geht mir gut. Vielen dank." (Ah, Pagi Stevie dan kabar baik. Makasih banyak.) "Entschuldigung herr, lernen uns Deutsch Sprachen am heute?" (Maaf herr, hari ini kita belajar Bahasa Jerman kan?) "Ja, heute wir lernen Deutsch." (Ya, hari ini kita belajar Bahasa Jerman.)
Perjalanan berlanjut dan tanpa kusadari, rupanya pemandangan kota telah berganti dengan alam. Dari balik kaca jendela, aku dapat memandangi hamparan rumput-rumput ilalang yang bergoyang tepat di bawah naungan awan pagi. Aku melihat mereka berarak perlahan menyambut kedatanganku dan Stevie. Entah apa yang ada dibalik awan pagi, namun mereka kelihatan bersahabat hari ini. Sinar mentari pun tak ketinggalan menyirami gumpalan-gumpalan awan pagi.

Tanpa terasa, perjalanan harus berakhir di sini. Aku dan Stevie langsung melangkahkan kaki untuk bisa keluar dari stasiun kereta bawah tanah. Bagiku, sebagian jalur kereta LRT sengaja dibuat di bawah tanah demi melestarikan hamparan rumput-rumput ilalang serta burung-burung Manyar yang selalu bersenandung ria. "Stevie, ngomong-ngomong kamu kenapa naik kereta LRT hari ini?" Ujarku ketika menapaki anak tangga. "Papa hari ini lagi keluar kota terus mobilnya dibawa. Mama lagi ada perlu di Bandung terus udah berangkat tadi subuh. Jadi aku naik kereta LRT sendirian dari rumah nenek." Kemudian aku mengangguk penuh pengertian sekaligus menaruh rasa kagum pada Stevie.

Lalu, aku merasa seperti kakak-adik ketika aku berhasil keluar dari stasiun di dalam perut bumi. Di atas, awan pagi masih berarak perlahan menyambut seorang guru dan murid. Di pinggir, hamparan rumput yang bergoyang melambai-lambai kepada kami sebelum mulai mendalami Ilmu Bahasa Jerman. Stevie tampak menikmati pagi ini bersama gumpalan-gumpalan awan. Ah... Ini sebuah kesempatan yang amat sangat langka bagi diriku...

Waktu-waktu di sekolah tampak dinikmati oleh Stevie apalagi saat jam pelajaran Bahasa Jerman, pelajaran favoritnya. Dengan semangat, dirinya amat serius memperhatikan diriku sambil sesekali bertanya. Sesekali pula, ia tak sungkan membantu temannya yang masih belum memahami apa arti indah dari sebuah kata dalam Bahasa Negeri Panser. Awan pagi pun seolah tersenyum melihat Stevie.

Tidak hanya itu, Stevie pula terkadang melontarkan celetukan-celetukan lucu yang sontak membuat kami tertawa terbahak-bahak saat mendalami makna indah dari Bahasa Jerman. Hmmm, aku memang tidak salah pilih orang untuk dapat menobatkan dia sebagai murid kesayanganku.

Stevie, pertemuan kita di dalam kereta LRT sampai di sekolah rupanya telah menjadi sebuah peristiwa yang amat sangat menyenangkan bagiku. Ini semua telah meninggalkan kesan dari sepenggal cerita yang takkan pernah hilang sampai usia beranjak senja.

Danke schön für ein schönen tagen, Stevie!!!
Terima kasih untuk hari yang menyenangkan, Stevie!!!

Tertulis, kata-kata indah seorang Guru Bahasa Jerman.

Sabtu, 30 Januari 2016.
Pukul 06.59 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi