Burung Manyar betina yang enggan putus asa

Hari berawal dengan naungan cahaya dari sang surya tepat ketika fajar menyingsing bersama takdir. Dari balik kaca jendela yang terhalang oleh embun pagi, aku menatap rerumputan bergoyang berwarna kuning karena sinar matahari. Ketika jendela dibuka, aku dapat mendengar dengan jelas suara burung-burung Manyar berkicau seperti ikut mengawali hari. 

Logikanya mungkin agak aneh. Burung Manyar amat menggemari biji-bijian umumnya bersarang di pedesaan yang masih memiliki hutan atau lahan pertanian nan luas di pinggirnya. Namun, saat ini aku berada di tengah sebuah kota satelit dan sangat sulit untuk mendengarkan kicauan burung-burung Manyar. Tetapi sudahlah, aku hanya menikmati semua itu. Kini aku ingin bercerita tentang sebuah momen bersama Stevie murid kesayanganku. 

Pagi hari ketika koloni serdadu Burung-burung Manyar masih bersenandung ria sambil sahut-menyahut satu sama lain, dia sudah datang ke kelas. Bahkan dia adalah murid yang paling pertama datang. Aku mencoba untuk menyambutnya dengan senyuman seperti yang ia pancarkan setiap hari, namun ia datang sambil memasang raut murung. Jelas itu membuatku bertanya-tanya. Ada apa dengannya? Mengapa ia terlihat murung?

Seketika, perasaanku langsung terkejut sekaligus tersentuh ketika ia kutanya mengapa. Bahkan, kini ia menangis tersedu-sedu sambil mencurahkan semua "uneg-uneg" di dalam hatinya. "Stev, punten ngomongnya pelan-pelan ya... Biar tenang, sekarang kamu boleh minum dulu terus cuci muka di WC..." Tanpa pikir panjang ia menuruti ucapanku. Tinggallah aku sendiri dan terdiam. 

Rupanya, kini ia sedang memikirkan dua "masalah besar." Ketika ia bercerita secara lebih detail, intonasinya semakin tersedu-sedu dan air matanya semakin banyak yang tumpah. Ia tampak semakin tertekan. Hingga itu membuatku harus berpikir guna mencari cara untuk menenangkan Stevie. Lalu, entah dari mana datangnya sebuah cerita tentang seekor Burung Manyar yang enggan putus asa hinggap di dalam benak. Aku pun menceritakannya...

Dulu, di sebuah desa dekat Kota Rotterdam, Belanda, terdapat seekor burung Manyar betina. Dia memiliki sebuah sarang tepat di atas dahan milik sebuah Pohon Apel. Sang burung Manyar hidup sebatang kara, tidak memiliki pasangan atau anak sehingga ia pun selalu merasa kesepian setiap hari. Di suatu kesempatan, sang burung pernah dilarang untuk terbang bersama burung-burung lainnya bahkan ia dijauhi. 

Namun sang burung tidak pernah kehabisan akal. Dia selalu mencari cara untuk bisa terbang mengikuti koloni serdadu Burung-burung Manyar lainnya. Terkadang ia terbang sendirian mengilingi langit pedesaan dan disambut oleh tawa sekaligus senandung ria para anak kecil di bawah. Semuanya telah memberi warna baru dalam hidupnya. Hingga di suatu hari...

Para petani dan peternak di desa tersebut mengadakan lomba menerbangkan Burung Manyar. Semua membawa burung Manyar kesayangannya sambil berkumpul di tengah padang rumput. Siapa yang burung Manyarnya paling cepat kembali, maka dialah pemenangnya. Tak hanya petani, para burung Manyar pun juga sangat ingin memenangkan lomba ini dan mereka terbang sekuat tenaga mengarungi langit. Berbeda dengan Burung Manyar lainnya, sang burung betina tadi merasa kelelahan. Akan tetapi, semangatnya untuk memenangkan lomba ini begitu membara.

Ia terus terbang mengepakkan sayapnya sekuat tenaga, dan ia berhasil mendarat di atas tanah paling pertama. Burung-burung Manyar yang dahulu kerap melarangnya terbang kini melongo pertanda tidak percaya. Lalu, sang burung betina diberikan penghargaan juga tuannya sebagai juara satu.

"Stev, ada enggak hikmah yang bisa kamu ambil dari cerita bapak tadi?" Ujarku sambil membuyarkan lamunan Stevie. "Ada herr." "Apa hikmahnya?" Tanyaku. Kemudian ia menjawab, "Jangan pernah berputus asa, tetap meneruskan apa yang sudah dijalani." Lalu aku mengiyakan jawaban Stevie dan menarik kesimpulan bahwa sepanjang hidup setiap orang tidak boleh berputus asa dan tetap harus optimis sambil melakukan upaya baik besar atau kecil. 

Semenjak itu, aku melihat Stevie selalu tersenyum manis menandakan optimismenya yang amat besar seperti Burung Manyar betina yang enggan merasa putus asa.

Tertulis, kata-kata indah seorang Guru Bahasa Jerman di masa depan.

Minggu, 3 Januari 2016
Pukul 08.37 WIB. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi