#Renungan: Perjalanan terberat

Lupakan sejenak kisah-kasih di sekolah bersama murid-muridku tercinta, namun cobalah untuk merenung sekarang. Renungkan sebuah perjalanan. Renungkan sebuah perjalanan terberat, terpanjang dan terlama yang pernah kita alami sepanjang hidup. Kemanakah itu? Jawabannya, tentu saja ke masjid. 

Seperti yang telah kita ketahui, masjid merupakan tempat ibadah bagi umat Muslim dan bagi siapapun yang merasa dirinya beragama Islam, tentu harus bersedia untuk melangkahkan kakinya ke masjid guna melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Aku mendapatkan ilham untuk pergi ke masjid ketika aku baru saja selesai mengajar Bahasa Jerman dan tanpa berpikir dua kali, aku segera berjalan menuju ke sebuah masjid besar. Di dalamnya sudah ada belasan-puluhan orang datang lebih dulu dengan tujuan untuk melaksanakan shalat Ashar berjamaah. 

Iqomah pertanda shalat akan segera dimulai berkumandang tidak lama setelah aku mengambil air wudhu. Mumpung masih kosong, aku mengambil tempat di paling depan tepat di belakang sang imam. Kemudian shalat dilaksanakan selama kurang dari 10 menit. Selama shalat, aku merasakan ketenangan dan kedamaian dalam pikiran beserta hatiku. 

Alhamdulillah, sekarang shalat empat rakaat telah selesai dilaksanakan. Aku merasa lega sekaligus terkejut saat melihat tiga orang anak lelaki remaja berada tepat di belakangku. "Assalamu'allaikum herr..." Ujar mereka serempak. "Wa'allaikumsalam guys... Tumben pada shalat di masjid nih, biasanya pada di kelas atau di mushola sekolah..." Aku membalasnya dengan senyuman yang sedikit tersiram oleh cahaya matahari. 

"Herr, dulu waktu kecil aku itu paling malas ke masjid. Tapi sejak rajin ikut kakak ke pengajian, aku jadi sering ke masjid sekarang." Alfrico kini menceritakan masa lalunya kepadaku. "Alhamdulillah bila begitu... Semoga kamu jadi anak yang shaleh ya..." Alfrico mengamini ucapanku diikuti dua temannya secara serentak. 

Lalu aku membalikkan badan dan kembali merenung: 

Saat ada pertandingan sepak bola dini hari, kita sanggup menahan kantuk untuk menontonnya, namun ketika Adzan Subuh berkumandang, kita terlelap di atas kasur dan enggan pergi ke masjid...

Saat ada sebuah restoran yang baru dibuka di siang hari, kita langsung datang untuk melahap santap siang, namun kita lupa pergi ke masjid untuk Shalat Dzuhur dengan alasan capek...

Saat break time di sore hari, kita langsung menyeruput segelas teh manis tanpa sempat Shalat Ashar di masjid dengan alasan harus mengejar target dalam bekerja...

Saat pulang di waktu Maghrib, kita lupa ke masjid dengan alasan ingin makan bersama di restoran dan tidak ingin ketinggalan acara di TV... 

Saat Adzan Isya berkumandang, untuk yang kesekian kalinya kita tidak datang ke masjid karena sudah mengantuk dan ingin segera beristirahat...

Wahai sahabat, bila seperti ini terus, kapan kita akan pergi ke Masjid untuk shalat lima menit saja? Berlibur ke luar kota saja bisa, berkuliah di luar negeri pun kita bisa sampai uang terkuras. Mengapa harus merasa sulit untuk ke masjid? 

Renungkanlah, semoga Allah SWT memberi hidayah kepada kita. Amin YRA.

Tertulis, kata-kata indah seorang Guru Bahasa Jerman.

Rabu, 6 Januari 2016.
Pukul 16.32 WIB. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi