Bahagia memang sederhana

 
sumber gambar: https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Keluarga-Jokowi-2014.jpg&filetimestamp=20141111083731&

Pedal gas mobil VW kuno aku pacu dengan kecepatan sekencang tiupan angin pagi yang berhembus di udara negeri Belanda nun jauh di Benua Eropa sana. Aku mengemudikan mobil tak seorang diri, tetapi beberapa orang pemuda turut menemaniku sambil duduk di jok samping dan belakang. Terlebih lagi saat seorang gadis berkupluk abu-abu mengembangkan senyum manisnya di sampingku seraya ia menghunus niat tuk menyaksikan banyak cerita di negeri kincir angin nan indah ini. 

Sayup-sayup aku melihat matahari mulai menampakkan sinar jingganya dari peraduan di ufuk timur searah dengan mobilku. Pendingin mobil aku padamkan sejenak demi menikmati hembusan udara pagi sampai angin-angin tak terlihat tetapi terasa oleh tubuh sanggup menerbangkan berhelai-helai rambut panjang milik gadis muda tepat di sebelahku. Lagi-lagi tak bersama Stevie si murid kesayanganku (aku katakan untuk yang kesekian kalinya), melainkan Maureen. Ketika bintang-bintang memudar bersama kegelapan pekat langit malam, aku dapat melihat dirinya mengembangkan senyum manis hingga membuatku ingin mengulum senyum terus-terusan. Masih mengulum senyum manis, ia bicara padaku terkait sebuah isu hangat saat masih remaja dulu. 

"Buset, Herr Aldi suka banget ya sama politik sampe isu-isu anget ditulis di buku agenda meskipun enggak kekinian." Mendengar kata kekinian sepintas membuatku tersenyum seperti Maureen. Di paling ujung dekat pintu, Ariq turut tersenyum bersamaan dengan anggukan benaknya. "Sengaja, isu-isu yang udah lama saya tulis di buku agenda biar gampang cerita soal lawakan politik ke murid-murid. Toh mereka seneng juga denger cerita lawakan politik dari saya." Dari kaca spion dalam mobil aku dapat melihat tawa mengembang di wajah Zahdew, Akbar, Abang dan Ragil yang duduk di jok belakang. Tak kusadari buku agenda kesayanganku rupanya ikut tersingkap saat aku membuka kaca jendela khusus pengemudi. 

Mumpung jalanan masih sunyi dari hingar-bingar kendaraan bermotor, aku menyegerakan diri bercerita tentang kisah-kisah panggung sandiwara politik tanah air meski aku berada jauh darinya. 

Hari itu di tahun 2011, publik tengah ramai mem-buahbibir-kan sosok pria kurus asal Kota Solo, Jawa Tengah. Jabatan beliau memang hanya seorang walikota, tetapi konflik dengan Gubernur Jawa Tengah kala itu Bibit Waluyo membuat publik semakin penasaran siapa lelaki kurus itu. Tak lain dan tak bukan beliau adalah Jokowi. Di periode keduanya, Jokowi tengah menyusun rencana berupa revonasi bangunan bekas pabrik es Saripetojo menjadi sebuah hotel. Tetapi jauh dari panggang api, Bibit Waluyo menginginkan bangunan bekas Saripetojo dialihfungsikan menjadi sebuah pusat perbelanjaan (mall). Menanggapi keinginan Bibit Waluyo, Jokowi tetap bersikukuh membangun Hotel Saripetojo hingga terjadi konflik antara dua petinggi daerah tersebut. 

Saking kesalnya, Bibit Waluyo pernah menyebut Jokowi kurang pintar. Kendati demikian, Jokowi menyebut dirinya sama dengan ucapan Bibit Waluyo tersebut dan masih perlu banyak belajar. Ia pula menyebut rakyat Solo memilih orang yang kurang cerdas sebagai pemimpinnya hingga dua periode. Waktu berlalu, konflik berakhir dan Saripetojo telah menjadi hotel sesuai dengan keinginan Jokowi dulu. Kini Jokowi tengah mengemban amanah rakyat sebagai seorang kepala negara. 

Jokowi dikenal luas akan sifat kesederhanaannya. Sejak kecil ia terbiasa hidup sederhana dan menikah dengan seorang perempuan sederhana yang tak lain dan tak bukan adalah Iriana. Semuanya ia lakoni di bawah kesederhanaan termasuk peluang usaha mebelnya. Bahagia memang sederhana, sekiranya begitulah hal yang dapat kita turuti dari sosok Presiden Joko Widodo. Di usianya yang ke 54 tahun (2015), beliau menikahkan putra pertamanya Gibran Rakabuming Raka dengan seorang gadis cantik nan sederhana bernama Selvi Ananda. Barangkali bagi sebagian orang hal ini terlihat tidak cocok untuk orang sekelas kepala negara. Tetapi cinta tak pernah mengenal kedudukan juga kekayaan. 

Hal ini pula memang telah menjadi jalan hidup bagi mereka. Gibran-Selvi kini hidup bahagia ditambah dengan kelahiran putra pertamanya, Jan Ethes Srinarendra yang juga sekaligus cucu pertama Presiden Joko Widodo. BUKAN UNTUK MEMBANDING-BANDINGKAN/MENGKRITIK/MENYINDIR, tetapi coba kita lihat Presiden Jokowi. Meski kini ia tinggal di istana dan memiliki fasilitas nan bagus, namun beliau tetap berusaha sederhana karena dari titik tersebut setangkup rasa bahagia akan timbul. Di lain sisi, sifat kepemimpinan Jokowi sangat kontras dengan sifat para anggota dewan. 

Di saat Jokowi sibuk blusukan demi menyapa rakyatnya, para anggota dewan berlomba-lomba meraih kekayaan demi kekayaan ditambah dengan kunjungan kerja tidak jelas ke luar negeri berbeda jauh dengan Presiden Jokowi. Dalam kegiatan bukan kunjungan kenegaraan pun para anggota dewan acap kali meminta fasilitas pada kedutaan besar. Saat mereka meraih kekayaan demi kekayaan, beragam cara mereka tempuh sampai mereka harus mendekam di jeruji besi dengan sebab korupsi hingga negara merasa sangat rugi. 

Saking sibuknya bercerita aku sampai tidak sadar awan telah terbuka sangat lebar demi memberi jalur pada sang surya menyiram tanah Bumi. Wajahku kini telah tersiram cahaya matahari tepat ketika Maureen mengangguk-angguk pertanda ia paham sambil kedua jemari tangannya mengurut-urut kedua pahanya. Senyum manis pun turut mengembang di sampingku... ^_^ ^_^ 

Ah, sungguh menjadi sebuah cerita yang sangat indah...

Tertulis, kisah indah seorang guru Bahasa Jerman di masa depan.

Herr Aldi Van Yogya
Bandung, 1 Juli 2016
Pukul 06.39 WIB. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi