Perintah Presiden yang (tidak) terlupakan

 
sumber gambar: en.wikipedia.org

Fajar telah kembali bangkit dari peraduannya nun jauh di ufuk Barat sana seiring dengan pintu rumah yang sudah terbuka oleh pergerakan tangan seorang guru muda. Senandung burung Srigunting pengganti Manyar saling bersahut-sahutan menyambut kehadiran si guru muda untuk selanjutnya duduk di beranda rumah seorang diri walau seyogyanya ia duduk dengan ditemani oleh buku agenda hitam kesayangan miliknya. Kali ini ia ingin berbicara sebelum menulis secara politis, tak lain dan tak bukan adalah sebuah peristiwa bersejarah di awal masa reformasi dahulu. 

Jakarta, tahun 2001

Situasi politik Indonesia di awal milenium baru rupanya masih belum bisa stabil lantaran banyaknya konflik antara Presiden RI ke-4 Abdurrahman "Gus Dur" Wahid dengan parlemen (MPR-DPR) di bawah komando Ketua MPR-RI 1999-2004 Amien Rais yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan kontroversial Gus Dur sejak berkuasa sebagai presiden akhir tahun 1999 ditambah dengan kekecewaan sejumlah elit politik termasuk Amien Rais yang mendukung Gus Dur dalam pemilihan presiden tahun 1999. Sehingga di akhir tahun 2000, Amien Rais berupaya mengumpulkan para oposisi sambil meyakinkan Megawati agar merenggangkan otot politik dengan Gus Dur. Seperti tak mau ketinggalan, 151 anggota DPR menandatangani petisi pemakzulan (impeachment) Gus Dur. 

Memasuki tahun 2001, Gus Dur menelurkan kebijakan berupa larangan pemakaian huruf Tionghoa dan meliburkan tahun baru Imlek sebelum berkunjung ke Afrika Utara dan naik haji ke Arab Saudi. Dalam pertemuan dengan para rektor universitas tanggal 27 Januari 2001 Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk ke dalam anarkisme sambil mengusulkan pembubaran DPR yang semakin menambah gerakan anti-Wahid. Tanggal 1 Februari DPR menerbitkan nota pemakzulan presiden dalam sidang khusus. Anggota Fraksi PKB hanya bisa walkout menanggapi ini saat gelombang protes lahir dari demonstran NU yang menyatakan jika mereka akan mempertahankan Gus Dur sebagai Presiden RI hingga mati. 

Permintaan Gus Dur untuk mundur dari jabatan presiden semakin banyak ditambah oleh pernyataan dari Menkumham Yusril Ihza Mahendra dengan imbas pemecatan Yusril dari kabinet berbarengan dengan Menhut Nurmahmudi Ismail karena perbedaan visi-pandangan dengan kepala negara. Maka oleh karena itu, Megawati mulai menjaga jarak dengan Gus Dur terlebih saat proses reshuffle kabinet sebelum DPR mengeluarkan nota sidang istimewa 1 Agustus 2001 pada 30 April. 

Semakin lama harapan Gus Dur semakin memudar dan ia meminta Menkopolhukam Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan keadaan darurat. Namun SBY menolak mengikuti perintah Gus Dur dan sebagai imbasnya ia didepak dari Kabinet Persatuan Nasional tanggal 1 Juli. Imbasnya sidang istimewa dimajukan menjadi tanggal 23 Juli 2001 oleh Amien Rais sebagai penanda situasi politik menjadi semakin tegang dan sebagai bentuk penunjukkan kekuatan, TNI menerjukan 40.000 pasukan ditambah tank yang mengarah ke Istana Negara. 

Dini hari Senin 23 Juli 2001 pukul 01.10 WIB, Presiden Gus Dur mengumumkan dekrit di Istana Negara setelah mengalami kemunduran jadwal dari rencana semula hari Minggu 22 Juli 2001 pukul 22.00 WIB, dengan pernyataan sebagai berikut: 

"Pertama-tama saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada anda semua karena telah membuat anda semua menunggu begitu lama karena prosesnya tidak gampang.

Selama beberapa hari ini saya telah dibanjiri, baik oleh LSM, beberapa parpol, ormas-ormas dan juga kalangan agamawan, dan beberapa pihak lainnya yang mewakili rakyat, meminta agar saya memberlakukan dekrit.

Hal ini mencapai puncaknya, kemarin (Minggu 22/7), beberapa parpol utama berkumpul di Jl. Kebagusan, rumah Ibu Megawati Soekarnoputri (Wapres). Saat keluar dari sana, Mas Amien Rais (Ketua MPR-RI) mengatakan bahwa beberapa hari ini akan ada pemimpin nasional yang baru.

Dari apa yang kita ketahui, mengenai pertemuan itu jelas bahwa mereka tidak dapat mengendalikan keinginan orang-orang yang ini dan memaksa saya turun dari jabatan kepresidenan. 

Sebetulnya masalah ini tidak ada masalah apa-apa. Tapi masalahnya adalah bahwa kalau saya turun atau diturunkan maka beberapa provinsi jelas akan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Padahal sumpah saya adalah memelihara keutuhan teritorial sebagai bagian dari memelihara integritas bangsa ini. 

Dengan demikian, jika dibiarkan ada dua buah pemerintahan kembar di negeri kita, sesuatu yang tidak boleh terjadi karena mengakibatkan kekacauan yang luar biasa besarnya dalam kehidupan kita berbangsa. 

Karena itu dengan berat hati selaku Presiden Indonesia maupun Panglima tertinggi Angkatan Perang Indonesia, saya umumkan pemberlakuan dekrit. Dekrit ini akan dibacakan Yahya Staquf (juru bicara Presiden) mengenai bunyi redaksionalnya. Sedangkan kita mulai bekerja besok pagi.

Dalam hal ini, saya minta agar TNI dan Polri mengamankan pelaksanaan pengumuman ini dan memberlakukan dekrit.

Salah satu diktum ini adalah pembekuan DPR & MPR karena itu TNI dan Polri berkewajiban untuk menghalangi adanya sidang istimewa (SI) yang akan digelar besok pagi karena tidak boleh ada pemerintahan tandingan di sebuah negara. 

Dan terpenting adalah perlu saya nyatakan bahwa terjadi sebuah kejadian menarik bahwa hampir seluruhnya, baik itu dari masyarakat sendiri, kalangan pemerintah, TNI & Polri, menyambut dengan baik dekrit ini. 

Maka saya minta saudara Yahya Staquf untuk membacakan diktum-diktum tersebut."

Yahya Staquf:

"Maklumat Presiden Republik Indonesia.

Setelah melihat dan memperhatikan dengan seksama perkembangan politik yang menuju pada kebuntuan politik akibat krisis konstitusional yang berlarut-larut yang telah memperparah krisis ekonomi, dan menghalangi usaha penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi, yang disebabkan pertikaian kepentingan politik kekuasaan yang tidak mengindahkan lagi kaidah-kaidah perundang-undangan.

Apabila hal ini tidak dicegah akan segera menghancurkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Maka dengan keyakinan dan tanggung jawab untuk menyelamatkan negara dan bangsa, serta berdasarkan kehendak sebagian terbesar masyarakat Indonesia, kami selaku Kepala Negara Republik Indonesia, terpaksa mengambil langkah-langkah luar biasa dengan memaklumkan: 

1. Membekukan Majelis Permusawartan Rakyat RI dan Dewan Perwakilan Rakyat RI,
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang     diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun,
3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membukan     Partai Golkar sampai menunggu keputusan Mahkamah Agung. 

Untuk itu kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi seperti biasa. 

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi bangsa dan negara Indonesia.

Jakarta, 23 Juli 2001,
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI,

KH. Abdurrahman Wahid. 

Kendati demikian, dekrit tersebut tidak mendapatkan dukungan dan gagal dijalankan hingga akhirnya MPR menggelar sidang istimewa di hari yang sama dengan hasil pengangkatan Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI kelima dan memberhentikan Gus Dur sebagai Presiden RI keempat. 

Wahyu kebenaran yang (tidak) terlupakan

Setelah 15 tahun berlalu, mungkin sudah banyak yang mulai melupakan tetapi sadar atau tidak, dekrit tersebut adalah sebuah wahyu kebenaran yang sejatinya sudah harus dijalankan oleh pemerintah Indonesia terutama untuk poin pertama. Saat ini anggota DPR lebih cenderung menjadi perusak mental rakyat tanpa ada pres
tasi gemilang seperti halnya Eksekutif Presiden yang masih dipandang lebih baik oleh rakyat. Rata-rata anggota DPR tidak bisa menjadi panutan dan barangkali bila DPR bubar, Indonesia bisa menjadi lebih baik.

Entah apa jadinya bila saat ini Gus Dur masih hidup dan melihat perilaku para wakil rakyat. Barangkali sebagian orang akan merasa sang kyai benar terkait dekrit ini bila diungkit lagi bersama Gus Dur. Tetapi Gus Dur saat ini berpulang ke Rahmatullah...

Selamat jalan Gus Dur, segenap jasa & kontribusimu untuk tanah air akan selalu kami kenang...

Tulisan indah seorang Guru Bahasa Jerman.


Bandung, 23 Juli 2016
Pukul 06.16 WIB.

Sumber tulisan & gambar: 
1. www.kompasiana.com/.../dekrit-23-juli-2001-wahyu-kebenaran-yang-terabaikan_54f...
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Wahid, 
3. arsip.gatra.com/2001-07-23/artikel.php?id=8461
4. https://seputarnu.wordpress.com/.../pidato-lengkap-dan-maklumat-presid...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belajar pada ulat dan kupu-kupu (#Filosofi renungan pagi)

Nge-Belanda bareng Aagaban (Negeri Van Oranje)

Merengkuh lentera jiwa dalam sunyi